Sadar atau tidak terkadang kita ternyata ikut andil di dalam bencana-bencana yang terjadi di sekitar kita dan yang terjadi pada saudara-saudara kita. Di dalamnya termasuk pula peristiwa kebakaran hutan yang baru-baru ini terjadi di Sumsel, Jambi, dan Kalteng. Ada 40 juta jiwa orang yang menjadi korban paparan asap dan 9 orang meninggal dunia akibat asap dari hutan yang terbakar (Data BNPB). Bencana tersebut menyebabkan tingkat kehidupan masyarakat menurun drastis, tidak ada penerbangan/transportasi, udara menjadi kotor dan tidak sehat, serta banyak sekolah yang ditutup.
Apa
yang kita beli, kita makan, atau kita pakai ternyata berdampak besar bagi
lingkungan. Berawal dari pemilihan produk yang salah ada harga yang sangat
mahal yang harus dibayar. Oleh karena itu kita dituntut untuk menjadi konsumen
yang cerdas dan bijak, dengan hanya mem#beli yang baik.
Minyak
sawit adalah salah satu bahan yang sangat berpengaruh bagi keberlanjutan
kehidupan. Banyak sekali produk mengandung minyak sawit sebagai komponennya, seperti
sampo, es krim, margarin, lipstik, minyak goreng, deterjen, kosmetik, biofuel,
dan lain-lain. Selain karena kualitasnya yang tinggi, minyak sawit bersifat
fleksibel dan serba guna. Ia bisa diubah menjadi berbagai minyak yang berbeda
dengan sifat yang berbeda. Bukan cuma itu, dengan biaya produksi yang lebih
rendah ternyata kelapa sawit juga menghasilkan minyak yang jauh lebih banyak
daripada minyak nabati lainnya. Ini membuatnya menjadi minyak yang sangat
disukai sehingga meningkatkan kebutuhan/konsumsi terhadap minyak tersebut.
Permintaan
akan minyak nabati memang meningkat sejak 1970-an. Sebagai negara produsen dan
konsumen terbesar minyak sawit, luas perkebunan sawit di Indonesia termasuk di
antara salah satu yang terbesar di dunia. Permintaan minyak sawit yang tinggi diimbangi
dengan produksi minyak sawit yang tinggi kemudian menjadi penyebab semakin
meluasnya perkebunan kelapa sawit yang ada. Pembakaran hutan adalah cara termurah
untuk mengkonversi hutan menjadi kebun kelapa sawit, sekaligus mendongkrak
harga lahan. Inilah yang kemudian bisa diamati di Sumsel, Jambi, dan Kalteng
saat ini: terjadinya kabut asap, satwa hutan mati terpanggang, maraknya ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Atas), liburnya sekolah-sekolah, terhambatnya penerbangan,
bahkan terjadinya kematian.
Meluasnya
perkebunan sawit di Indonesia menyimpan beberapa ancaman serius, yaitu:
1. Konversi
hutan menjadi kebun sawit
2. Berkurangnya
keanekaragaman hayati dan menyebabkan sejumlah besar spesies terancam punah
Di
antara spesies-spesies yang terancam punah adalah orangutan, gajah, dan badak.
Tingginya tingkat konversi hutan serta adanya pembunuhan, perburuan dan
perdagangan liar telah menurunkan jumlah spesies-spesies itu secara drastis. Orangutan
spesies Sumatera dan Kalimantan berada dalam status konservasi yang sangat
terancam. Begitu pula dengan gajah. Sebanyak 70% dari kematian gajah disebabkan
karena diracun oleh pemilik kebun sawit dan sejak 1985 sekitar 70% dari habitat
gajah Sumatera hilang atau rusak hanya dalam satu generasi (25 tahun).
3. Terjadi
persaingan antara tanaman sawit dengan tanaman pangan dan tanaman pertanian
industri lainnya, sehingga berpotensi mengganggu ketahanan dan keberlanjutan
pangan.
4. Menyebabkan
longsor
5. Menyebabkan
polusi udara, tanah, dan air.
6. Mempercepat
terjadinya perubahan iklim
7. Berpotensi
menimbulkan konflik sosial
Produk Sawit Berlogo RSPO (RSPO
Palm Oil)
Seperti
telah diuraikan di atas sebenarnya kegunaan minyak sawit sangat banyak,
sayangnya perkebunan sawit telah menghilangkan lebih dari 3,5 juta hektar hutan
alami dan hanya 9% dari produksi minyak sawit Indonesia yang diproduksi secara
lestari (lebih baik bagi lingkungan). Dengan kata lain, meningkatnya budidaya tanaman
kelapa sawit dapat mengancam kelestarian lingkungan. Untuk mengatasinya
dicarilah suatu jalan tengah, yaitu RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).
RSPO adalah asosiasi nirlaba yang menyatukan para pemangku kepentingan dari
tujuh sektor industri minyak sawit - produsen kelapa sawit, pemroses atau
pedagang kelapa sawit, produsen barang-barang konsumen, pengecer, bank dan
investor, LSM baik LSM pelestarian lingkungan atau konservasi alam, maupun
sosial.
RSPO (Sumber)
Di
dalam RSPO diterapkan suatu standar global untuk minyak sawit berkelanjutan. Produk
yang memenuhi standar akan mendapat sertifikat. Keberadaan RSPO ini diharapkan dapat
menurunkan dampak negatif dari budidaya kelapa sawit terhadap lingkungan dan
masyarakat. Beberapa manfaat dapat diambil dari terbentuknya RSPO, yaitu:
memenuhi permintaan pangan global; mendukung keterjangkauan harga pangan;
menurunkan kemiskinan; melindungi kepentingan sosial, masyarakat dan pekerja; serta
melindungi lingkungan dan satwa liar. Jika pada suatu produk terdapat logo RSPO
itu artinya produk tersebut diproduksi tanpa merusak hutan, tanpa mengganggu kehidupan
satwa-satwa liar (termasuk badak, gajak, dan orangutan), tanpa merugikan
masyarakat, dan diproduksi dengan menerapkan cara-cara terbaik. Produsen-produsen
dari produk itu mengklaim bahwa mereka memproduksi, menggunakan dan/atau
menjual minyak sawit berkelanjutan. Di antara produsen yang telah menerapkannya
adalah Carrefour, The Body Shop, Marks & Spencer, Waitrose dan Walmart, L'Occitane,
Oriflame, Yordania, Kelly, dan Whole Earth Foods.
Peduli Lingkungan dan Kehidupan
dengan gerakan "Beli yang Baik”
Dari
semua produk makanan kemasan di supermarket hari ini sekitar 50%-nya
menggunakan minyak sawit. Setelah kita mengetahui berbagai fakta di atas,
masihkah kita menjadi konsumen yang cuek? Di saat saudara-saudara kita bergumul
dengan kabut asap dan berbagai kesusahan di daerahnya sebenarnya kita bisa
membantu daripada hanya sekadar menghujat di berbagai sosial media. Caranya
adalah dengan mendukung produk berlogo RSPO. Sehubungan dengan hal tersebut
WWF-Indonesia mencanangkan gerakan #BeliYangBaik.
Mengapa
beli yang baik?
- Untuk menghentikan eksploitasi laut berlebihan.
- Untuk melestarikan cadangan air bersih
- Untuk memperlambat pemanasan global.
- Agar anak cucu kita masih bisa menikmati hasil bumi.
- Untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani.
Bagaimana
caranya?
Gerakan
#BeliYangBaik bisa dilakukan dengan cara:
- Cari tahu asal-usul produk yang kita konsumsi. Jadilah konsumen yang kritis!
- Cari produk berekolabel FSC dan RSPO untuk produk berbasis kayu dan kelapa sawit yang dijamin menerapkan prinsip pemanfaatan hutan yang lestari dan berkelanjutan.
- Gunakan kekuatan sebagai konsumen untuk MEMINTA produsen dan ritel menyediakan produk-produk berekolabel dan atau tidak berkontribusi pada perusakan lingkungan.
- Tetapkan komitmen untuk menjadi konsumen yang baik dengan menandatangani ikrar di www.change.org/beliyangbaik
- Ajak orang lain untuk turut menerapkan gaya hidup hijau dalam keseharian.
Segala
perubahan bisa berawal dari hal yang kecil dan dari diri sendiri. Mulai
sekarang kita bisa menjadi konsumen yang cerdas dan bijak dengan
mem#BeliYangBaik. Kecuekan kita akan menjadi bencana bagi semua, bahkan
terhadap anak cucu kita. Ada harga yang sangat mahal dari perilaku merusak alam
dan sikap mendiamkan terjadinya peristiwa tersebut. Kita harus sadar bahwa kepedulian
konsumen menentukan ketahanan dan keberlanjutan pangan serta kelestarian
lingkungan. Mari menjadi konsumen yang peduli! #BeliYangBaik.
Sumber:
https://www.change.org/p/saya-beliyangbaik-utk-selamatkan-bumi-ini-aksiku-mana-aksimu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar