Kritisnya Air Tanah Jakarta
Air
tanah Jakarta saat ini berada dalam kisaran kritis hingga rusak. Zona kritis
ini menurut Pelaksana Harian Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
DKI Jakarta, Ridwan Panjaitan, terjadi di Jakarta Pusat, Timur, dan Utara,
sedangkan Jakarta Selatan kualitas air tanahnya masih relatif bagus. Bagi peneliti
dan dosen Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, Dr. Firdaus Ali, air tanah Jakarta
malah sudah kering, tidak sehat, serta tidak layak untuk dikonsumsi. Apa yang
diambil masyarakat saat ini bukanlah air tanah yang sesungguhnya, melainkan
cadangan air purba. Penggunaan air tanah purba terus-menerus dapat menurunkan
permukaan tanah sehingga jika sudah habis maka Jakarta bisa tenggelam.
Kritis/rusaknya
air tanah dipicu oleh berbagai penyebab, seperti eksploitasi air tanah yang
berlebihan, meningkatnya polusi, belum meratanya sambungan air bersih, dan karena
menggunakan air sumur tidak perlu membayar seperti air PAM.
Bertambahnya
jumlah penduduk Jakarta berimbas pada meningkatnya kebutuhan akan air. Pemanfaatan
air tanah oleh penduduk diperkirakan menjadi 80%, sedangkan industri menjadi
90%. Eksploitasi berlebihan ini menyebabkan cekungan air tanah Jakarta kini
mencapai dua kali lipat dari level maksimum yang diperbolehkan agar terhindar
dari intrusi air laut ke daratan. Akibatnya, hasil penelitian Lembaga Ilmu
pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa intrusi air laut di permukaan Jakarta
sudah mencapai 3 kilometer ke daratan, sedangkan di bagian tanah dalam sudah melebihi
10 kilometer.
Eksploitasi
air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan amblesnya tanah (land subsidence), intrusi
air laut, pencemaran air tanah, rusaknya siklus hidrologi, tandusnya tanah, serta
penurunan kuantitas, kualitas, dan debit air tanah. Jika kita membuat sumur maka
air baru akan muncul pada kedalaman 40 meter atau lebih, padahal sebelumnya
hanya dibutuhkan kedalaman 20 meter. Tak hanya itu, tanah dan ruas jalan bisa
ambles, gedung-gedung menjadi berongga, dan gedung-gedung bertingkat menjadi
miring. Peristiwa amblesnya jalan RE Martadinata di Ancol, September 2010
adalah contohnya. Indonesia Water Institute menyatakan, permukaan tanah Jakarta
menurun 4-5 meter/tahun. Bahkan di beberapa wilayah, kontur tanah turun hingga
28 meter/tahun. Kondisi ini bisa memperparah banjir yang terjadi di sana. Ketika
permukaan tanah lebih rendah dari permukaan laut, air tak bisa lagi mengalir ke
laut lepas. Nicole Colbarn dari Universitas Oslo sempat menuliskan prediksinya
di dalam Will Jakarta be the Next
Atlantis. Menurutnya, jika air tanah terus dieksploitasi berlebihan
sedangkan pemerintah kurang berkomitmen untuk memanfaatkannnya secara
berkelanjutan maka Jakarta akan tenggelam dan hilang seperti Atlantis.
Berbagai
upaya dapat dilakukan untuk mencegah dampak-dampak buruk tersebut, antara lain:
1. Melindungi
daerah imbuhan air tanah untuk mencegah berkurangnya pembentukan air tanah.
2. Mengendalikan
eksploitasi air tanah di daerah lepasan (groundwater discharge area) untuk mencegah
menurunnya ketersediaan air.
3. Menggunakan
air tanah seefektif dan seefisien mungkin dengan mengutamakan pemenuhan
kebutuhan pokok sehari-hari.
4. Mengelola
kualitas air dan mengendalikan pencemaran air secara terpadu.
5. Mensosialisasikan
pentingnya pengelolaan air tanah berorientasikan kelestarian lingkungan.
6. Menjaga
agar pembangunan fasilitas umum di bawah tanah (seperti jalan, rel kereta api,
dan lainnya) tidak berbenturan dengan upaya konservasi air tanah.
7. Menertibkan/menindak
industri, hotel, atau rumah tangga yang menggunakan jet pump atau sumur-sumur
ilegal, baik sumur bor maupun sumur pantek jika sudah terjangkau air bersih
perpipaan.
8. Meninggalkan
ketergantungan pada air tanah dan beralih menggunakan air bersih perpipaan.
9. Mengawasi pemberlakuan Peraturan
Gubernur (Pergub) No 37 tahun 2009 tentang Kenaikan Pajak Air Bawah Tanah
secara serius dan konsisten serta memberi hukuman berat bagi pelanggarnya.
10. Meningkatkan
jangkauan dan layanan PAM, serta kualitas dan volume air PAM.
11. Menindak
pencurian air
12. Membuat
sumur resapan
13. Melestarikan
situ dan danau
14. Menerapkan
5R: Reduce (menghemat), Reuse (menggunakan kembali), Recycle (mengolah kembali),
Recharge (mengisi kembali), dan Recovery (memfungsikan kembali).
15. Mengolah
air sungai sebagai sumber air baku tambahan dengan teknologi Moving Bed Biofilm
Reactor (MBBR).
16. Menghindari
penggunaan jaringan pipa PAM hanya sebagai cadangan untuk mencegah persentase
kehilangan air yang cukup tinggi. Tekanan air yang sangat kuat membuat pipa air
rusak, pecah dan bocor karena tidak dapat mengalir dengan baik ke pipa saluran
rumah-rumah pelanggan.
Kita
juga bisa mendukung aksi pelestarian air tanah Jakarta, dengan cara:
1. Menghemat
air.
2. Mencegah
dan segera mengatasi kebocoran pipa.
3. Menanam
pohon dan membuat resapan air.
4. Tidak
mencemari lingkungan.
5. Menggunakan
air bekas mencuci sayur dan buah untuk menyiram tanaman.
6. Mematikan
keran air sesudah dipakai.
7. Menggunakan
air bersih perpipaan.
8. Melaporkan tindakan pencurian air
Selamatkan Air Tanah Jakarta
Bersama Aetra
Air
tanah Jakarta banyak yang sudah tercemar, baik dari limbah cair rumah tangga
maupun lainnya. Sekitar 85% sumur di Jakarta telah tercemar bakteri Escherichia coli yang berasal dari
rembesan septic tank. Digunakan untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) saja
tidak layak, apalagi untuk dikonsumsi. Meskipun demikian, warga tidak bisa
langsung beralih untuk menggunakan air permukaan. Sebanyak 13 sungai dan 43
waduk telah rusak dan tercemar, sehingga tidak layak digunakan sebagai air
baku. Baik air tanah maupun air permukaan kualitasnya sudah parah, sehingga
warga terpaksa membeli air galon/isi ulang.
Aetra
hadir sebagai solusi. Perusahaan ini berkomitmen untuk menyediakan layanan air
bersih yang zero waste dan ramah lingkungan. Aetra bertanggung jawab untuk
mengelola, mengoperasikan, memelihara, serta berinvestasi untuk mengoptimalkan,
menambah dan meningkatkan pelayanan air bersih di sebelah timur sungai Ciliwung
meliputi sebagian wilayah Jakarta Utara dan Pusat serta seluruh wilayah Jakarta
Timur hingga tahun 2023. Dengan sumber air baku dari waduk Jatiluhur, air tanah
bisa terselamatkan. Meskipun bersumber dari air permukaan, airnya bersih dan aman
untuk dikonsumsi karena telah diolah di Instalasi Pengolahan Air (IPA).
Keberadaan
Aetra ini telah berhasil meningkatkan akses air bersih dari 57,4% (1998) menjadi
65,2% (2008). Selain itu, Aetra menggunakan sistem pengolah lumpur Decanter
yang pertama dan terbesar di Asia Tenggara, sehingga air yang dihasilkannya ramah
lingkungan dan dapat di-recycling
kembali sebagai tambahan pasokan air baku untuk proses produksi, sedangkan lumpurnya
bisa digunakan sebagai batu bata dan conblok.
Dengan
semua manfaat ini Aetra terus mensosialisasikan agar masyarakat beralih
menggunakan air bersih perpipaan dan menurunkan penggunaan air tanah. Masyarakat
yang belum terlayani air perpipaan atau berpenghasilan rendah juga tidak perlu
khawatir karena pelayanan berkonsep Master Meter dan pendirian Kios Air bisa
menjadi solusi atas hal ini.
Tidak
mau kan Jakarta tenggelam? Yuk dukung pelestarian air tanah Jakarta! Selamatkan
air tanah Jakarta bersama Aetra!
Sumber:
Sumber gambar: web/medsos Aetra
Air tanah jakarta perlu dibenahi kualitasnya segera
BalasHapusBenar bang. Makasih sudah mampir
BalasHapus