Sabtu, 26 September 2015

Membawa Pesisir Kota Semarang Mendukung Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia



Keinginan Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia

Indonesia pernah memiliki keinginan untuk menjadi poros maritim dunia. Negara ini memiliki wilayah laut dan pesisir terpanjang. Di dalamnya tersimpan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, bahan tambang dan mineral, potensi energi kelautan, dan potensi jasa-jasa lingkungan (misalnya media transportasi dan keindahan alam untuk pariwisata). Apalagi sebagai negara kepulauan 60% dari penduduknya tinggal di wilayah pesisir, semakin menguatkan ke arah sana. Namun, saat ini kondisi pesisir-pesisir di Indonesia sudah banyak yang rusak. Mampukah Indonesia mewujudkan mimpinya?


 Kota Semarang
Sumber: http://100rcsemarang.org


Pesisir kota Semarang adalah bagian dari pesisir Indonesia. Terpilihnya kota Semarang sebagai salah satu dari 100 kota di dunia yang terpilih di dalam program 100 Resilient Cities/100RC (100 Resilient Cities Semarang) merupakan momen yang tepat untuk mewujudkan impian Indonesia menjadi poros maritim dunia. Nantinya selain kota Semarang bisa membenahi pesisirnya, ilmunya juga bisa ditularkan kepada pesisir-pesisir lain di Indonesia.

Saat ini fokus utama tentu ditujukan kepada pesisir kota Semarang itu sendiri, di mana kondisinya sangat kritis dan tekanan lahannya sangat berat. Beberapa pesisir diketahui rusak akibat tingginya abrasi dan reklamasi, misalnya Pantai Mangkang, Maron, dan Tambakrejo. Walaupun di tahun ini sebaran mangrove di pesisir kota Semarang meluas karena banyaknya program rehabiltasi, akan tetapi luas yang tersisa hanya 68 ha (sangat kecil).

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem penting di wilayah pesisir dan laut, selain terumbu karang dan padang lamun. Fungsinya adalah untuk menahan gelombang/melindungi daratan dari abrasi, mencegah intrusi air laut, menahan badai dan angin kencang, tempat berlindung satwa, menyerap karbon dan logam berat, serta sebagai tempat pemijahan, pembesaran, dan tempat mencari makan biota laut. Mangrove juga memiliki fungsi ekonomis, yaitu untuk bahan bangunan, bahan pembuatan kapal, bahan baku industri arang dan kertas, bahan pewarna alami, serta kayu bakar. Tanaman ini umumnya bisa dijumpai pada jarak 1-10 km dari garis pantai.

Sering juga dijumpai pembalakan liar terjadi pada hutan mangrove. Tindakan ini bisa menyebabkan hutan tersebut rusak/gundul, sehingga merusak lingkungan pantai. Ironisnya, terkadang pelakunya adalah masyarakat sendiri.


Kerusakan dan Pencemaran di Lingkungan Pantai

Pesisir memiliki berbagai manfaat, seperti digunakan sebagai sumber makanan, transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah. Dari sinilah akhirnya timbul konflik kepentingan. Konflik ini jika tidak disikapi dengan benar bisa menurunkan kualitas serta kuantitas sumber daya alam di pesisir, contohnya masalah reklamasi pantai.



Tur ekoeduwisata mangrove
Sumber: Twitter "Semarang Tangguh"

Kerusakan lingkungan pantai dapat terjadi karena adanya pembalakan liar, abrasi, kerusakan hutan mangrove, pengambilan pasir pantai sebagai bahan bangunan, penurunan sumber daya perikanan, kerusakan padang lamun atau terumbu karang, dan sebagainya. Jika pesisir rusak maka akan terjadi akumulasi gas karbon di atmosfer yang nantinya bisa memperparah dampak perubahan iklim dan abrasi. 

Selain bisa mengalami kerusakan, lingkungan pantai juga bisa mengalami pencemaran. Pencemaran dapat terjadi karena masukan polutan dari kegiatan di sepanjang garis pantai, dan atau secara tidak langsung: melalui aliran sungai, kegiatan di lepas pantai, karena intrusi air laut ke dalam air tanah dan sebagainya. Pencemaran pesisir menyebabkan biota laut teracuni dan tidak layak konsumsi, gatal-gatal, keracunan, kematian, dan menurunnya produksi rumput laut. Contoh pencemaran pesisir adalah tercemarnya pesisir pantai utara Jawa oleh minyak dan oli kapal-kapal yang bongkar muat di sana sehingga biota lautnya sudah tidak layak untuk dikonsumsi. 

Pencemaran bisa mengakibatkan biaya operasional nelayan membengkak (karena harus berlayar ke tengah laut) dan hasil tangkapannya menurun (sehingga sebagian nelayan beralih kerja menjadi buruh serabutan/petani musiman). Bukan cuma itu, pencemaran juga dapat merusak hutan mangrove dan terumbu karang. Mangrove yang terlilit sampah saja bisa menyebabkan terganggunya pertumbuhan mangrove dan satwa di sana. Di samping itu, kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang akan mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan, menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi, serta menyebabkan erosi dan abrasi.


Abrasi dan Reklamasi

Abrasi telah melanda beberapa pesisir di Indonesia, termasuk di kota Semarang. Abrasi bisa merusak habitat penyu, menenggelamkan desa/kecamatan, membuat pantai menjadi lautan, memperganas ombak, memperpendek jarak areal kebun dan tambak dengan pantai, menurunkan jumlah dan luasan spesies tanaman pantai, dan merusak garis pantai. Jika garis pantai sudah rusak, maka sektor pariwisata, transportasi laut, keberadaan lahan produktif, keanekaragaman hayati, dan batas negara bisa terpengaruh.

Reklamasi juga demikian, sudah banyak ditemui. Aktivitas ini membuat banyak hutan mangrove dikonversi menjadi area pertambakan, tempat wisata, kawasan industri/pabrik, dan pemukiman. Efeknya bisa sangat merusak, sebagaimana rusaknya 10 ribu mangrove di pesisir pantai selatan kabupaten Sampang, Madura.

Di Indonesia, laju kerusakan kawasan mangrove dan padang lamun mencapai satu persen atau 618,94 kilometer per tahun. Di pesisir pantai utara Jawa sendiri, sekitar 80 persen dari wilayahnya rusak akibat konversi hutan mangrove menjadi areal pertambakan, pemukiman dan industri; pembangunan infrastruktur yang tak memperhatikan aspek lingkungan, serta pengambilan air tanah dan budidaya perikanan yang tidak berkelanjutan.


Kondisi Pesisir-pesisir di Kota Semarang Sudah Sangat Mengkhawatirkan

Kondisi laut dan pesisir Indonesia saat ini sudah sangat memprihatinkan. Sejak 2011, potensi hasil laut Indonesia makin menurun. Dari 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), mayoritas telah tereksploitasi parah dan sedang (berada di zona berbahaya). Ditambah dengan prestasi Indonesia sebagai negara nomer 2 paling banyak buang sampah di laut dan banyaknya pesisir di Indonesia yang tercemar/rusak, membuat laut dan pesisir Indonesia perlu mendapat perhatian serius.

Pesisir-pesisir di kota Semarang juga banyak yang sudah sangat kritis atau rusak, di antaranya akibat reklamasi. Sayangnya, walau banyak pihak bermaksud untuk menyelamatkannya tetapi hal itu sulit, karena lahan sudah dikuasai oleh pihak ke tiga. Dari sekitar 1146 hektar wilayah pesisir kota Semarang mulai dari Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara hingga Genuk hampir semuanya dimiliki oleh swasta (sekitar 7 perusahaan) dan sisanya BUMN. Pemkot tidak memiliki lahan sama sekali. Akhirnya pemkot berusaha menyiasatinya dengan menyusun perda zonasi. Perda ini akan membagi pesisir ke dalam zona-zona, di antaranya adalah zona perikanan, budidaya perikanan tangkap, zona industri, zona pelabuhan, zona pertanian dan zona pelayaran. Melalui perda itu semua pembangunan yang merusak lahan konservasi bisa dicegah dan lahan konservasi yang sudah ada bisa dipertahankan.


Upaya-upaya Penyelamatan Pesisir 

Sebagaimana telah tertulis di atas, pemerintah berusaha menyelamatkan pesisir dengan menerbitkan perda zonasi. Sementara itu, para pemerhati lingkungan biasanya lebih fokus kepada rehabilitasi mangrove. Dalam merehabilitasi mangrove sebaiknya dipilih bibit lokal karena sudah sesuai dengan karakteristik pesisir di sana dan tahan terhadap gelombang laut. Meskipun tampak sebagai solusi yang baik, akan tetapi rehabilitasi mangrove tidak selalu berhasil. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya bibit yang akan ditanam, rendahnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat dalam penanaman mangrove serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Belum lagi terjadinya laju abrasi yang terkadang lebih cepat daripada pertumbuhan mangrove itu sendiri, sehingga bisa merusaknya. Oleh karena itu biasanya dibangun pula tanggul penahan ombak. 

Di pesisir pantai utara Jawa, di mana 80 persen dari wilayahnya rusak, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Belanda meluncurkan program “Membangun Bersama Alam” (dulu bernama “Mangrove Capital”). Program ini merupakan kombinasi dari restorasi mangrove dengan teknik rekayasa keras seperti bendungan dan dinding laut.

Selain cara-cara di atas, beberapa cara berikut bisa ditempuh sebagai upaya menyelamatkan/melestarikan wilayah pesisir di kota Semarang, yaitu:

1.    Membuat kebijakan yang holistik, ramah lingkungan, dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
2.    Mengukur ulang batas-batas reklamasi yang telah disepakati, adakah pelanggaran yang telah dilakukan?
3.    Jika mungkin, suatu saat nanti daerah yang telah direklamasi tersebut akan diambil alih kembali oleh pemerintah/negara. Jika tidak, maka perusahaan yang telah mereklamasinya-lah yang harus menanam mangrove di lahan yang dimilikinya sekaligus merawat dan mempertahankannya.
4.    Menghentikan reklamasi pantai yang belum terjadi, mencegah agar pencemaran dan kerusakan tidak terjadi, mencegah kerusakan yang telah terjadi agar tidak makin parah, dan memperbaiki kerusakan yang sudah parah.
5.    Membuat jalur hijau, instalasi pengolahan limbah sederhana (Grease Trap), dan sabuk pantai.
6.    Membatasi penggunaan/eksploitasi air tanah, mengawasi penggunaannya, dan menindak pelanggarnya.
7.    Menghemat air.
8.    Mensosialisasikan hukum dan kebijakan yang terkait dengan pesisir sekaligus menindak tegas para pelanggarnya, misalnya penerapan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir pasal 35 pasal g yang berisi larangan menebang mangrove untuk kegiatan industri, pemukiman dan kegiatan lainnya dan sanksi pidana bagi yang melanggar larangan tersebut dengan penjara paling singkat 2 (dua) tahun paling lama 10 (sepuluh) tahun dengan denda paling sedikit 2 milyar paling banyak 10 milyar.
9.    Meskipun sebagian besar pesisir sudah dikuasai oleh swasta, tetapi pemerintah membuat suatu aturan bahwa pemerintah diperbolehkan untuk mengambil sampel-sampel air di daerah pesisir setiap beberapa bulan sekali/meneliti biota yang ada di sana. Tercemar atau tidak? Jika tercemar, tercemari oleh apa? Dan hal-hal semacam itu.
10.    Mewajibkan semua pemilik lahan di pesisir agar limbahnya zero waste dan CSR-nya menyangkut masalah yang menyinggung langsung kelestarian lingkungan di sana.
11.    Untuk mengatasi masalah karena pencemaran pesisir pemerintah bekerja sama dengan National Oceanic and Atmospheric Administration dan The Environmental Protection Agency (EPA) serta mengacu pada kongres yang dilakukan oleh The Coastal Zone Act Reauthorization Amendments (CZARA) membuat “Program Pengendalian Polusi Nonpoint Wilayah Pesisir Indonesia”. The Coastal Program Nonpoint merupakan pendekatan komprehensif pada area yang tercemar. Bahwa semua kegiatan penggunaan lahan di sekitar DAS dapat berdampak pada muara sungai, pantai, sumber daya laut, dan laut. Program ini dibuat untuk meningkatkan koordinasi pencegahan pencemaran dan berusaha untuk membangun kerja sama dengan pihak lain untuk memfasilitasi pelaksanaan metode yang tepat untuk mengurangi pencemaran sebelum masalahnya lebih besar.
12.    Menjalankan program Karbon Biru
Program ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbondioksida di bumi dengan menjaga keberadaan hutan mangrove, padang lamun, dan rumput laut. Selain itu, program ini juga menjaga keberadaan ekosistem pesisir, karena vegetasinya menyimpan karbon 100 kali lebih permanen dibandingkan hutan di daratan.

Pelestarian mangrove, padang lamun, dan terumbu karang dapat dilakukan melalui:
a.       Penyuluhan
b.      Peningkatan status sosial masyarakat di sekitar pesisir laut
c.       Pengukuran luas hutan mangrove/rehabilitasi
d.      Pemberian kursus mengenai pengelolaan hutan mangrove
e.       Pengawasan dan penjagaan hutan mangrove
f.       Penegakan hukum
g.      Konservasi di pesisir
h.      Zonasi
i.      Rehabilitasi terumbu karang: meningkatkan populasi karang, mengurangi alga yang hidup bebas, dan meningkatkan ikan-ikan karang,
j.        Dan lain-lain.

Jika wilayah pesisir sudah bisa diselamatkan, maka peluang untuk menjadikannya daerah wisata terbuka lebar. Kemudian untuk meningkatkan potensi wisata mangrove di kota Semarang bisa dibentuk kluster penganan (kerupuk, sirup, keripik, dan es cendol) dan batik mangrove . Nantinya pemasarannya pun akan dikuatkan/didukung oleh pemerintah.

Dari seluruh upaya pelestarian pesisir, hal yang paling utama adalah kesadaran dan kerja sama dari instansi terkait, swasta, kalangan akademisi, serta masyarakat. Kesadaran bahwa mangrove, terumbu karang dan lamun itu penting serta kesadaran bahwa pesisir itu penting dan mempengaruhi masa depan kita. Dengan cara ini, membawa pesisir Indonesia menjadi poros maritim dunia bukan cuma mimpi. 

Melestarikan pesisir sama dengan membuat alam tetap indah dan membuat kita nyaman untuk hidup berdampingan dengan alam.


Semarang sebagai 100 Resilient Cities
Sumber:  FB. Semarang Kota Tangguh-100 Resilient Cities


Dengan adanya gambaran Strategi Ketahanan Kota yang tepat, kota Semarang dapat membawanya kepada 100RC (100 Resilient Cities Semarang) untuk:
1.    Mendapatkan dukungan melalui CRO yang akan memimpin penyusunan strategi ketahanan kota.
2.    Mendapatkan pendampingan dan dukungan melalui tim Mercy Corps Indonesia sebagai mitra strategi.
3.    Mendapatkan akses terhadap sumber daya untuk pengembangan strategi dan implementasi ke depannya.
4.    Mendapatkan  keanggotaan pada jaringan 100RC dalam skala internasional untuk berbagi pengetahuan dan kolaborasi.

Dengan cara ini sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Kota Semarang bisa memperbaiki kondisi pesisirnya, sekaligus bisa membantu memulihkan kondisi pesisir-pesisir lain di Indonesia untuk memulihkan diri (menularkan ilmunya). Harapannya, ke depannya mimpi Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia bisa tercapai.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar