Minggu, 24 Mei 2015

SUKSESKAN INDONESIA BEBAS NARKOBA 2015



Prestasi buruk Indonesia dalam hal narkoba

Prestasi Indonesia dalam hal narkoba sangat fantastis. Bagaimana tidak Indonesia berhasil menduduki peringkat tertinggi peredaran narkoba di ASEAN dan Asia serta peringkat tiga di dunia. Tak cukup sampai di situ Indonesia sekarang juga menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan obat bius. Di ASEAN nilai peredaran narkoba mencapai Rp. 110 triliun. Empat puluh tiga persen di antaranya beredar di Indonesia, sehingga membunuh 4 juta pecandu dan 15.000 orang per tahunnya. Tak hanya itu, kerugian finansial yang dialami juga cukup besar yaitu mencapai sekitar Rp. 63,1 triliun. Kerugian-kerugian tersebut berupa kerugian akibat belanja narkoba, biaya pengobatan, barang-barang yang dicuri, biaya rehabilitasi dan lain-lain. Belum lagi kerugian berupa menurunnya prestasi generasi muda, perkelahian antar kelompok, perampokan, pencurian, pencucian uang, pembunuhan, dan terorisme. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah terungkap 108.107 kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka 134.117 orang. Dari jumlah tersebut 40 kasus di antaranya adalah kasus pencucian uang dengan nilai aset yang disita sebesar Rp163,1 miliar.


Masuknya narkoba ke Indonesia

Kejahatan narkoba adalah kejahatan lintas negara yang terorganisasi, bahkan disinyalir ada indikasi negara asing yang ingin melemahkan Indonesia. Ada muatan politis di dalamnya yang bertujuan untuk menjajah melalui kolonialisme atau imperialisme. Hal ini semacam peristiwa perang candu antara Inggris dan China pada tahun 1729, yang saat itu menyebabkan 25 persen pemuda di China mabuk diracuni Inggris lewat propaganda Candu.
Indonesia kini tak lagi sekedar menjadi tempat transit narkoba, tetapi juga konsumen dan sekaligus produsennya. Setidaknya ada lima jaringan pengedar narkoba dari lima negara yang menguasai pasar narkoba di Indonesia. Kelima negara itu adalah Cina, India, Nigeria, Iran, dan Malaysia. Heroin dan kokain tidak diproduksi di Indonesia, jadi pasti berasal dari negara lain. Heroin pasokan terbesar 95 persen dari Afganistan, sabu berasal dari Iran, India, dan Cina. Sedangkan ekstasi dari Belanda dan Cina.
Negara produsen narkoba terbesar di dunia adalah Afghanistan. Namun, narkoba-narkoba yang masuk ke Indonesia umumnya masuk melalui Malaysia, Timor Timur, Hongkong, Tiongkok, Afrika Selatan, Qatar, Singapura, Uni Emirat Arab, India, Thailand, Filipina, Iran, dan Papua Nugini. Narkoba-narkoba tersebut bisa masuk melalui darat, laut, dan udara. Namun, jalur laut lebih disukai. Delapan puluh persen di antaranya masuk melalui perairan laut. Jika melalui jalur laut maka biasanya melewati pelabuhan-pelabuhan tak resmi. Pintu masuk utamanya adalah pelabuhan-pelabuhan di Jakarta, Batam, Surabaya dan Denpasar. Untuk menurunkan resiko masuknya narkoba lewat jalur laut, di antara upaya yang harus dilakukan adalah menambah jumlah radar laut/CCTV berupa satelit mata-mata, memperkuat intelijen dan memperbanyak jumlah kapal selam. Sedangkan pencegahan melalui jalur udara, biasanya digunakan x-ray di bandara.


Berbagai modus di dalam peredaran narkoba

Ada banyak modus di dalam peredaran narkoba. TKI rawan dimanfaatkan oleh sindikat narkoba dengan menitipkan koper dan menjanjikan upah besar. Kemudian ada juga modus peredaran narkoba dengan cara memperistri orang Indonesia. Cara lainnya adalah dengan terus memasok produk baru guna menghindari hukum negara. Produk yang mengandung zat baru namun tetap mengandung unsur adiktif ini getol dikembangkan untuk mengganti jenis yang lama. Biasanya berupa turunan atau modifikasi dari narkoba sebelumnya. Kasus ini cukup merepotkan, seperti yang pernah terjadi pada seorang artis Indonesia, dengan jenis narkoba zat baru (belum terkenal di Indonesia) yang bernama Cathinone. Solusinya adalah harus ada Undang-Undang yang mengatur mengenai narkoba dari zat baru. Semua narkoba zat baru nanti akan masuk under control drugs. Kemenkes dan Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah berkoordinasi untuk membuat aturan penindakan terhadap obat-obat golongan narkotika dan turunannya.
Modus lainnya lagi adalah perdagangan narkoba via internet. Para pengedar itu bisa menggunakan facebook untuk melakukan transaksi atau terang-terangan dengan membuka semacam apotek (apotek palsu) seolah-olah dia menjual obat resmi. Penjualan barang-barang haram ini kemungkinan besar menggunakan sandi-sandi khusus. Kemudian barangnya dikirim melalui paket kilat, titipan resmi, melalui pos atau kurir dan sebagainya. Jadi, internet hanya sebagai sarana untuk pemesanan. Cara pengiriman semacam ini bisa memperkecil risiko mereka untuk tertangkap. Untuk mencegah hal ini ada baiknya jika jasa-jasa pengiriman baik pos Indonesia maupun jasa pengiriman lain diwajibkan dilengkapi dengan alat detektor narkoba. Jadi, isi barang benar-benar jelas, bukan hanya sesuai dengan pengakuan si pengirim barang. Dari pihak BNN telah mengintensifkan kerjasama dengan sejumlah lembaga, seperti Lembaga Sandi Negara, divisi kejahatan internet Polri maupun Kementrian Komunikasi dan Informasi, lembaga sandi negara (untuk mengetahui sandi-sandi para pengguna/pengedar/produsen narkoba). Para pengedar narkoba semakin kreatif membuat modus operandi baru, sehingga dibutuhkan kerja sama dari bea cukai, imigrasi, kepolisian untuk mencari modus operandi yang terbaru.


Meningkatnya penyalahguna narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun

Diperkirakan tahun ini (2015) pengguna narkoba di Indonesia jumlahnya akan mencapai 5,8 juta jiwa dengan persentase ketergantungan terbesar pada anak berusia 10-19 tahun. Dari tahun ke tahun jumlah pengguna narkoba memang semakin meningkat. Kondisi ini didukung oleh fakta bahwa dari tahun 2011 ke 2014 jumlah anak di bawah umur yang jadi pengedar narkoba meningkat hingga mendekati 300%, makin meluasnya peredaran narkoba ke berbagai kalangan dan daerah, banyaknya petugas penjara dan aparat penegak hukum yang terjerat kasus narkoba, dan adanya pengendalian peredaran narkoba dari dalam penjara. Modus peredaran narkobapun semakin kreatif dari hari ke hari ada yang melalui jamu kecantikan, obat pelangsing, vitamin, dan sebagainya.


Narkoba sebagai masalah serius bagi semua bangsa di dunia

Dari berbagai negara di dunia ditemukan 388 zat psikoaktif baru narkoba. Selain itu, penyalahgunaan metilfenidat meningkat sebesar 68% (sebuah stimulan yang umum digunakan untuk mengobati pasien Attention Deficit Hyperactivity Disorder/ADHD). Ini menunjukkan bahwa narkoba-narkoba itu adalah masalah serius bagi semua bangsa di dunia.
Peredaran narkoba yang lintas negara membutuhkan membutuhkan kerja sama dengan negara lain untuk menumpasnya. Namun kita tetap harus berhati-hati karena disinyalir ada negara-negara tertentu yang berpura-pura anti narkoba padahal malah menyuburkan keberadaannya di negara lain.
Sebagai negara ASEAN yang juga tidak luput dari narkoba, Indonesia juga berusaha mensukseskan program Drug-Free ASEAN 2015; yaitu dengan program Indonesia Bebas narkoba 2015. Indonesia bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya serta UNODC (United Nations Office on Drugs dan Crime) membahas serta menjalin kerja sama untuk mencegah dan mengatasi peredaran narkoba lintas negara. Selain karena negara-negara ASEAN adalah negara yang terdekat dengan Indonesia, kerja sama ini juga didasari oleh survei UN Office of Drug and Crime yang menunjukkan tren peningkatan penyelundupan narkoba di ASEAN dalam 10 tahun terakhir. Negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu ancaman keamanan utama bagi mereka. Namun, selama ini upaya penanggulangan narkoba yang telah ditempuh lebih pada penekanan supply (pasokan) narkoba / langkah pemberantasan, sedang di sisi penurunan demand (permintaan) masih sangat kurang. Dalam hal menurunkan permintaan narkoba, salah satu cara yang ditempuh oleh Indonesia adalah melalui rehabilitasi pengguna narkoba. Tahun ini adalah tahun dicanangkannya program rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba di Indonesia.


Gerakan rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba di Indonesia






Sumber : Http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-tetapkan-gerakan-rehabilitasi-100-ribu-pengguna-narkoba/2622737.html

Pada tahun 2011 presiden Susilo Bambang Yudhoyono (presiden pada masa itu) mencanangkan Indonesia bebas narkoba 2015. Ternyata memang benar di tahun 2015 tersebut kondisi Indonesia sudah begitu parah, sehingga presiden Jokowi menetapkan Indonesia sebagai darurat narkoba. Dalam rangka menyikapi hal ini langkah yang ditempuh adalah dengan mencanangkan gerakan rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba di Indonesia. Meski demikian, bukan hanya Indonesia yang sedang mengalami darurat narkoba, negara-negara lain di dunia juga.
Mulai tahun 2015, para pelaku penyalahgunaan narkoba dan pecandu narkoba di Indonesia akan dikenakan sanksi hukum berupa rehabilitasi, dengan syarat mereka melaporkan diri (jika tidak lapor akan dipidana); sedangkan bagi pengedar dan mafianya tetap dihukum penjara. Hal ini sesuai dengan pasal-pasal yang tertuang dalam Undang-Undang sebagai berikut:
Perbuatan menggunakan, menguasai dan memiliki Narkotika adalah perbuatan melanggar pidana namun tidak dituntut pidana apabila melakukan kewajibannya.
Kewajiban yang dimaksud adalah yang tercantum pada UU No 35 tahun 2009 pasal 55 ayat 1 dan 2.
UU No 35 Tahun 2009 Pasal 55 ayat 1
Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, Rumah Sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

UU No 35 Tahun 2009 Pasal 55 ayat 2
Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit dan atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Wajib Lapor Pecandu Narkotika dilakukan di Institusi Penerima Wajib Lapor; Pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit dan atau lembaga rehabilitasi medis sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Nomor 1305/MENKES/SK/VI/2011 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor. Di samping itu, lembaga rehabilitasi sosial sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.







Sumber: Http://yayasansembilan.com/IPWL/







Sumber: Http://www.slideshare.net/masyrifahoo/jazmedia-sistem-ipwl-napza-3



Dari 5,8 juta jiwa penduduk Indonesia pecandu narkoba akan direhabilitasi secara bertahap, tiap tahapnya sebanyak 100.000 jiwa/tahun. Kemensos bertugas merehabilitasi 10.000 pengguna, sisanya dilakukan oleh lembaga lain. Dari 10 ribu korban penyalahgunaan narkoba, penanganannya ada yang berbasis panti narkoba dan ada juga Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM). Meski hanya 10.000 pengguna biaya yang dibutuhkan oleh Kemensos diperkirakan mencapai 168 miliar. Bayangkan berapa biaya total yang dibutuhkan untuk merehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba!
Rehabilitasi awal penyalahguna narkoba berupa rehabilitasi medis yang berada di bawah wewenang Kemenkes, baru kemudian dilanjutkan dengan rehabilitasi sosial di bawah wewenang Kemensos. Di dalam rehabilitasi sosial ada empat pilar yang dijunjung untuk menanggulangi masalah narkoba, yaitu pencegahan, rehabilitasi bagi pengguna narkoba, tindak lanjut dari rehabilitasi, dan kelembagaan. Rehabilitasi sosial ini dilakukan oleh para konselor adiksi dan pekerja sosial yang tersertifikasi. Selama berada di RS rehabilitasi, pasien akan diberi keterampilan sebagai bekal bagi mereka setelah sembuh nanti, sehingga tidak kambuh lagi.
Penuntasan penyalahguna narkoba melalui program rehabilitasi ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Jika jumlah pengguna tidak bertambah, diperkirakan waktu yang dibutuhkan bisa mencapai beratus-ratus tahun. Oleh karena itu, sinergi dari berbagai pihak sangat dibutuhkan. Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama 21 instansi terkait lainnya menyusun Peraturan Presiden (Perpres) tentang Optimalisasi Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika. Ke-21 instansi terkait yaitu Kemenko Polhukam, Kemenkum dan HAM, Mahkamah Agung, Kemkominfo, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kemenkes, Kemendikbud, Kemensos, Setneg, Kemenkeu, Kemenristek, Bappenas, Setkab, TNI, Polri, Kemendagri, Badan Keamanan Laut, Kemenpan dan RB, Kejagung, Kemenpora, dan Kemenag.
Saat ini pemerintah telah menyiapkan sejumlah akses pelayanan untuk mendukung program rehabilitasi yang meliputi 589 Rumah Sakit Umum Daerah, 31 RS Bhayangkara, 80 puskesmas, 33 rumah sakit jiwa, 7 panti rehabilitasi, 24 sekolah polisi negara, 16 rindam, dan 24 lapas melalui metode rawat jalan serta rawat inap.  Bahkan di tahun 2016 Jatim akan membangun RS Rehabilitasi narkoba terbesar se-Indonesia di Madiun, dengan daya tampung minimal 600 pasien. Selain membangun pusat-pusat rehabilitasi narkoba yang baru, pemerintah juga mengembangkan rehabilitasi narkoba berbasis pesantren dan menggerakkan masyarakat untuk membangun rehabilitasi di lingkungan masing-masing..



Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

IPWL adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah. IPWL tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia, di antaranya yaitu berada di klinik, puskesmas, RSUD, RSJ, panti rehabilitasi, dan pesantren. Bagi IPWL yang sudah terakrediasi oleh Kemensos bisa mengeluarkan kartu wajib lapor, sedangkan yang belum terakreditasi tidak bisa. Pemegang kartu IPWL ini tidak boleh ditangkap polisi, tetapi akan direhabilitasi. Akan lebih baik jika para penyalahguna narkoba melapor sendiri kepada IPWL agar segera diketahui tingkat penggunaan narkoba pada dirinya. Selanjutnya mereka akan dirujuk ke tempat rehabilitasi agar dapat disembuhkan. Layanan rehabilitasi ini mulai dibuka paling cepat April 2015 dan gratis. Selain menyiapkan fasilitas rehabilitasi, BNN juga membentuk tim-tim penjangkau yang secara aktif mengajak dan merekrut penyalahguna narkorba untuk sembuh dari kecanduan melalui rehabilitasi.








Kendala rehabilitasi

Rehabilitasi yang sudah berjalan ini masih menyimpan kendala. Panti rehabilitasi yang ada saat ini hanya mencukupi 8% dari kebutuhan nasional. Kendala lain dari rehabilitasi narkoba misalnya sedikitnya pecandu yang datang ke rumah sakit baik untuk rehabilitasi maupun wajib lapor, kurangnya sarana dan prasarana rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial untuk pengguna narkoba, belum adanya lokasi untuk membangun tempat rehabilitasi, kurangnya SDM yang berkualitas, adanya pasien yang melarikan diri selama masa rehabilitasi, adanya pemahaman dari penegak hukum bahwa yang dapat dialihkan ke rehabilitasi di RS hanya mereka yang memiliki riwayat pernah direhabilitasi (ada kartu bukti rehabilitasi), masih banyaknya peredaran gelap narkoba, serta adanya stigma negatif dari keluarga dan masyarakat terhadap para penyalahguna narkoba. Pasca rehabilitasi pecandu narkoba sebaiknya didampingi agar mampu menolak ajakan lingkungannya, lebih diterima oleh keluarga dan lingkungannya, lebih sehat, dan mampu mandiri secara finansial. Mantan pecandu ini masih rentan, jika terkena stigma negatif dari keluarga misalnya maka mereka akan kambuh lagi. Stigma negatif itu misalnya berupa perkataan-perkataan semacam, “Kalau ada barang yang hilang di rumah, pasti dia nih.” Selain itu, stigma negatif dari masyarakat yang menjadikan mereka warga kelas dua juga bisa memicu kekambuhan pada narkoba. Kurangnya sosialisasi terkait pusat rehabilitasi yang ada di suatu wilayah juga bisa menjadi kendala bagi rehabilitasi narkoba. Dari hasil penelitian Puslitkes UI dan BNN menyebutkan 60 persen responden tidak tahu lokasi tempat rehabilitasi di kotanya, sehingga jumlah responden yang pernah ikut rehabilitasi hanya sekitar 6 persen. Terakhir, jangan lupakan pula faktor biaya yang sangat besar di dalam program rehabilitasi narkoba ini.


Mengupayakan efek jera bagi pengguna, pengedar, dan produsen narkoba





Lapas narkoba


Sumber: Http://pokokberita.blogspot.com/2012/11/akal-bulus-pengendali-narkoba-dari.html



Pemerintah menyiapkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) khusus untuk merehabilitasi terpidana pengguna narkoba. Tiga atau empat di antaranya dijaga secara berlapis karena diperuntukkan bagi orang yang berkali-kali mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara. Selain itu juga untuk mencegah pengguna naik kelas menjadi bandar narkoba. Kemungkinan lapas yang dimaksud adalah lapas Pasirtanjung, Gunungsindur, Pasirranji, dan Pasirputih. Nantinya lapas-lapas itu akan dibuatkan jalur khusus akses menuju lapas, sistem Frequensi Jammer (untuk mengacaukan sinyal telekomunikasi), pintu masuknya memakai sistem sidik jari (finger print), sistem IT yang canggih di ruang pengunjung, CCTV, petugas lapas yang berintegritas tinggi, dan dilengkapi dengan anjing pelacak untuk mengendus narkoba. Di sana sinyal internet dan seluler tidak akan bisa masuk. Selain itu, para terpidana narkoba juga akan dikelompokkan menjadi pengedar, bandar, atau lainnya, serta diisolasi dari dunia luar.
Tak cukup sampai di situ, pengedar dan produsen narkoba harus mulai keder dengan adanya pasal hukuman mati bagi mereka. Narkoba mempunyai efek yang sangat merusak dan berhubungan erat dengan kejahatan besar, sehingga para pengedar dan produsen narkoba layak dihukum berat, termasuk hukuman mati. Hukuman mati ini sudah beberapa kali ditegakkan di Indonesia. Meskipun beberapa negara (termasuk PBB) mengecam hal ini tetapi urusan hukum di sini merupakan kedaulatan hukum Indonesia, sehingga negara lain harus menghormatinya. Lagipula hukuman mati itu dibenarkan dalam pasal 6 'International Covenant on Civil and Political Rights' (ICCPR).



Mencegah lebih baik daripada mengobati

Terlepas dari segala upaya di penanggulangan narkoba di atas, mencegah lebih baik daripada mengobati. Pencegahan lebih mudah dan murah, tidak terlalu membutuhkan biaya dan tenaga. Pencegahan dini dimulai dari lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Selanjutnya pencegahan juga dilakukan di lingkungan sekolah, masyarakat, tempat kerja, tempat kuliah, dan sebagainya.
Tindakan pencegahan ini bisa berupa hal-hal seperti :

  • Memperkuat iman.
  • Memilih lingkungan pergaulan yang sehat.
  • Komunikasi yang baik.
  • Pendidikan mengenai bahaya drugs terhadap murid.
  • Sosialisasi bahaya narkoba di berbagai tempat kerja, keluarga, masyarakat, organisasi, dan sebagainya.
  • Membentuk berbagai kader anti narkoba di kalangan pelajar, pekerja hingga masyarakat umum.
  • Mengintensifkan program pemberdayaan alternatif di Provinsi Aceh untuk mengubah pola menanam ganja ke tanaman produktif.
  • Melakukan tes narkoba, baik berupa tes urine, darah, keringat, saliva, nafas, rambut, maupun sidik jari. Tes rambut sangat direkomendasikan agar dilakukan secara rutin di setiap lembaga pemerintahan, karyawan perusahaan maupun sekolah.





Tes urine narkoba


Sumber: Http://www.tempo.co/read/news/2013/01/28/078457376/Waspada-Caleg-Narkoba-Gerindra-Gelar-Tes-Urine


  • Meningkatkan intensitas dan ekstensitas pemberantasan pencegahan penyalahgunaan dan perdagangan gelap narkoba saat ini juga.
  • Meningkatkan kerja sama regional dan internasional yang lebih efektif.
  • Meningkatkan keaktifan dari para pendidik, orang tua, pemuka agama, dan semua pihak dalam membimbing dan menyadarkan masyarakat terutama generasi muda agar tidak tersesat jalan.
  • Meningkatkan keaktifan dari aparat penegak hukum dan kepolisian dalam membongkar, mengadili, serta memberi sanksi bagi para pelaku kejahatan narkoba.
  • Memiliki kepedulian yang tinggi di RT/RW, kelurahan, desa. Jangan sampai ada sebuah rumah yang dijadikan pabrik narkoba sedang tetangganya tidak tahu.
  • Mengadakan lomba instansi/sekolah/kampus/desa/kota terbersih dari narkoba
  • Membentuk satgas anti narkoba
  • Mengadakan riset/lomba karya ilmiah tentang deteksi cepat narkoba/radar narkoba atau hal-hal lain sesuai jurusannya. Misalnya: jurusan teknik membuat radar narkoba, jurusan farmasi mencari tes cepat untuk narkoba dan turunan baru narkoba, jurusan hukum mencari aspek hukum baru yang bisa membuat jera para pelaku penyalahgunaan narkoba dan berusaha menutup celah hukum yang biasanya dimanfaatkan oleh para pelaku narkoba agar lolos, dan lain-lain.
  • Pengadilan yang tak pandang bulu serta aparat yang bersih dan tegas.
  • Melakukan inspeksi narkoba secara mendadak (dilakukan oleh BNN atau aparat penegak hukum)
  • Menggandeng para akademisi dan profesional kesehatan untuk melakukan sosialisasi, pelatihan, dan penyuluhan secara intensif dan berkesinambungan akan bahaya narkoba.
  • Menambah tempat rehabilitasi narkoba.
  • Membangun konseling center sebagai tempat bertanya tentang narkoba dan rehabilitasinya, serta menyediakan nomer telepon untuk layanan pengaduan dan pertanyaan seputar narkoba.
  • Menggandeng pelajar/mahasiswa/ahli desain/seniman/pihak perfilman, atau ahli multimedia untuk membuat film narkoba dari kisah nyata, komik narkoba yang menarik dan lucu, poster narkoba dan banner yang menarik di jejaring sosial/internet.
  • Lebih memperhatikan anak putus sekolah dan pengangguran, karena mereka cenderung menjadi pengedar narkoba.
  • Menguji kebenaran dari resep/pengobatan pasien narkoba di masyarakat. Misalnya tentang khasiat singkong atau rebusan akar, kulit, daun, dan bunga sirsak yang dikatakan bisa membantu mengurangi ketergantungan narkoba. Kemudian setelah teruji secara medis obat tersebut dibuat dalam yang lebih praktis, misalnya pil atau jamu kemasan. Atau menguji keamanan dari jamu-jamu yang digunakan untuk mengobati para pemakai narkoba yang beredar. Jika ada suatu resep yang benar setelah diuji medis, bahannya mudah didapat dan murah, serta bisa dibuat dengan mudah hendaknya disosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat bisa mendukung upaya pencegahan kerusakan yang lebih besar dari para pemakai narkoba.



Hormon kebahagiaan sebagai “narkoba” alami tubuh

Di samping mencegah dan mengobati para penyalahguna narkoba, ada baiknya manusia menyadari bahwa  di dalam tubuhnya terdapat “narkoba” alami yang fungsinya lebih banyak dan efeknya lebih kuat dari narkoba (drugs) tetapi tidak menimbulkan kecanduan, ketergantungan, maupun efek samping lain. “Narkoba” alami tersebut adalah hormon kebahagiaan. Tubuh manusia mengandung sekitar 20 jenis hormon kebahagiaan. Hormon ini dilepaskan secara alami oleh otak kita. Artinya, Tuhan merancang kita untuk berbahagia dan tidak membutuhkan narkoba (drugs).
Selanjutnya, kita sebut saja hormon kebahagiaan dengan “morfin otak” karena struktur kimiawi dan efek membiusnya mirip dengan morfin. “Morfin otak” berbeda dengan morfin (drugs). Serupa tapi tak sama. “Morfin otak” ini memiliki manfaat yang tak terkira jumlahnya, di antaranya dapat meningkatkan suasana hati, memperkuat penyembuhan diri sendiri, meningkatkan daya tahan tubuh dan daya ingat, menurunkan agresivitas dalam relasi antar manusia, meningkatkan semangat dan kreativitas, membuat awet muda, mencegah kematian akibat kanker, dan sebagai analgesik (penghilang rasa sakit). Dari ke semua hormon kebahagiaan itu beta endorfin memiliki efek terkuat. Bahkan, hormon ini bekerja 5-6 kali lebih kuat dibanding obat bius.
“Morfin otak” dibentuk dari berbagai asam amino, terutama tirosin. Tirosin bisa didapat dari ayam, telur, daging merah tanpa lemak, tuna, kerang, kalkun, ikan cod, ikan halibut, alpukat, pisang, dan gandum. Asam amino ini juga terkandung di dalam produk-produk susu.
Untuk mendukung sekresi “morfin otak”, kita butuh untuk mengkonsumsi protein yang berkualitas tinggi, menghindari penyumbatan pembuluh darah, menetralkan oksigen aktif, memiliki pikiran positif, dan melakukan olahraga santai (misalnya jalan santai). Jika pelepasan “morfin otak” memadai, maka stres tidak akan menimbulkan dampak negatif. Pelepasan “morfin otak” ini menyebabkan terjadinya aktivitas alfa di otak, yaitu kondisi damai, tenang, dan relaks. Tak hanya itu, jika beta endorfin dilepaskan bersama dengan aktivitas alfa maka bakat terpendam dalam diri kita akan mulai berkobar.







Masalah narkoba merupakan masalah kita bersama, oleh karena itu jika ingin mensukseskan gerakan Indonesia bebas narkoba maka kita semua perlu bekerja sama. Seluruh anggota masyarakat diharapkan ikut berperan serta secara aktif demi suksesnya program ini. Memang, mencegah lebih baik daripada mengobati, tetapi jika sudah terlanjur terkena maka secepatnya perlu direhabilitasi. Sukseskan gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba di Indonesia demi terwujudnya Indonesia bebas narkoba 2015.



Referensi:
Http://totabuan.co/2015/04/jumlah-anak-di-bawah-umur-jadi-pengedar-narkoba-meningkat/

Nuraini, Dini N. Ada “Narkoba” dalam Tubuhmu. Potret Edisi 77 Tahun XII/2015.

Rabu, 06 Mei 2015

Upaya Memajukan Perikanan Budidaya di Indonesia


Dalam 10 tahun terakhir perikanan tangkap di seluruh dunia tidak berkembang, termasuk di Indonesia. Di Indonesia sendiri kondisi ini disebabkan karena overfishing, pencurian ikan oleh kapal-kapal asing, maupun penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Meskipun ikan termasuk sumber daya alam yang dapat diperbarui tetapi jika hal ini tidak ditangani dengan serius maka kelangkaan ikan siap menghadang.
Meningkatnya permintaan terhadap produk-produk perikanan adalah suatu keniscayaan. Pertumbuhan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun ditambah dengan meningkatnya kesadaran akan konsumsi ikan dan produk-produk perikanan adalah alasannya. Belum lagi kebutuhan dari industri-industri farmasi, kosmetik, dan industri-industri lainnya membuat industri perikanan benar-benar harus ditingkatkan. Selain sebagai upaya meningkatkan ketahanan pangan juga sebagai upaya untuk meningkatkan devisa negara.
FAO memperkirakan kebutuhan global terhadap ikan dan produk pengolahan ikan pada tahun 2015 meningkat hingga 183 juta ton. Mengharapkan perikanan tangkap untuk saat ini sudah tidak memungkinkan lagi. Malahan menurut menteri Susi perikanan tangkap perlu distop sesaat agar ikan-ikan di laut bisa memulihkan diri dan tidak terjadi kelangkaan ikan. Oleh karena itu solusi dari pemenuhan kebutuhan akan ikan adalah dengan cara meningkatkan perikanan budidaya. Berbeda dengan perikanan tangkap, tren perikanan budidaya di seluruh dunia meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia termasuk salah satu dari produsen perikanan budidaya terbesar di dunia, dengan hasil mencapai 14,52 juta ton (data sementara) pada tahun 2014. Lebih dari 70% produksi ikan air tawar diserap oleh pasar dalam negeri. Meski demikian ada juga ikan-ikan yang diekspor. Komoditas ekspor perikanan budidaya laut di Indonesia produk unggulannya berupa udang, kerapu, rumput laut, dan ikan hias; sedangkan perikanan budidaya air tawar produk unggulannya berupa lele, nila, dan udang galah. Kita perlu memfokuskan diri terutama pada produk-produk tersebut lalu mengembangkannya dengan memperhatikan 6 syarat, yaitu lokasi, benih, pakan, antivirus, teknologi, dan pemasaran.



Pilihlah lahan yang strategis dan benih dari induk yang unggul. Salah satu cara untuk mendapatkan benih ini adalah melalui CP Prima, sebagai perusahaan yang memperbaiki genetika udang sehingga didapat galur murni berkualitas unggul.
Pakan merupakan salah satu tantangan yang tidak bisa dianggap remeh. Selama ini biaya pakan ikan bisa mencapai 70-80% dari biaya produksi. Padahal, petani membutuhkan pakan yang bergizi dengan harga murah. Solusinya adalah dengan membuat pakan sendiri dari bahan baku pakan lokal (berasal dari daerah setempat) namun tetap mengacu dan memenuhi SNI. Tentu saja di sini perlu diadakan pelatihan atau pendampingan terhadap para petani agar mereka tahu bahan baku lokal apa saja yang bisa digunakan, kandungan nutrien bahan tadi apa saja, serta bagaimana caranya membuat pakan yang sesuai dengan prosedur standar operasional. Jika membutuhkan yang siap pakai juga bisa dibeli di CP Prima.




Sebagaimana manusia, ikan juga bisa terkena hama atau penyakit, misalnya penyakit akibat limbah pakan yang mengumpul di bawah jaring apung. Untuk mengatasinya diperlukan antivirus yang tepat.
Peran teknologi juga tidak bisa diabaikan. Penggunaan inovasi teknologi yang ramah lingkungan sangat menunjang majunya perikanan budidaya, apalagi jika didukung dengan keahlian yang memadai dari petani. Untuk tujuan ini petani perlu diajari dan didampingi. Akan lebih baik jika petani-petani tadi diberi benih unggul dengan gratis, lalu diberi sewa lahan / bantuan modal sambil diberi pendampingan. Mereka harus membuat catatan dan foto dengan detail setiap tahapnya mulai dari pembenihan, pemanenan, hingga pemasaran. Apabila ada masalah maka mereka akan melaporkannya pada pembimbingnya masing-masing. Baru setelah mereka bisa mereka dilepas untuk membudidayakan sendiri tanpa bimbingan sama sekali. Benih hasil mereka kemudian diberikan kepada petani pemula lagi, begitu seterusnya agar terjadi kerja sama dan saling tolong-menolong di antara mereka. Akan lebih baik jika pengembangan perikanan budidaya ini didukung penuh oleh pemerintah daerah serta terjadi sinergi antara pemerintah pusat dan provinsi. Bentuknya bisa berupa kebijakan pemerintah.
Agar produk bisa diterima tentu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Selain kualitasnya harus bagus, produk itu harus memenuhi keamanan pangan. Residu dari produk perikanan budidaya harus selalu dimonitoring.
Proses selanjutnya adalah pemasaran. Agar produk itu laris terjual pembudidaya perlu dihubungkan dengan investor. Selain itu, pemerintah perlu membuka akses pasar baru dan membangun pusat promosi ikan.
Ke semua hal ini perlu modal. CP Prima peduli akan hal ini dengan berusaha menghubungkan petani dengan narasumber dari perbankan, agar mereka mengetahui bagaimana cara untuk mendapatkan modal dan kredit usaha.
Jika semua berjalan dengan lancar maka harapannya hasil akan melimpah. Hasil yang melimpah juga bisa menjadi mubazir (sia-sia) jika petani tidak tahu cara memanfaatkannya dengan baik, sebagaimana terjadi di Muncar, banyak ikan laut yang dibuang karena harganya murah. Untuk itu, petani juga perlu diajarkan mengenai cara diversifikasi produk akuakultur secara terintegrasi, misalnya dengan membuat pupuk cair organik dari ikan.
Semua upaya tersebut patut dicoba agar perikanan budidaya di Indonesia lebih maju.


Sumber gambar : Web CP Prima.