Sabtu, 26 September 2015

Membawa Pesisir Kota Semarang Mendukung Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia



Keinginan Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia

Indonesia pernah memiliki keinginan untuk menjadi poros maritim dunia. Negara ini memiliki wilayah laut dan pesisir terpanjang. Di dalamnya tersimpan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, bahan tambang dan mineral, potensi energi kelautan, dan potensi jasa-jasa lingkungan (misalnya media transportasi dan keindahan alam untuk pariwisata). Apalagi sebagai negara kepulauan 60% dari penduduknya tinggal di wilayah pesisir, semakin menguatkan ke arah sana. Namun, saat ini kondisi pesisir-pesisir di Indonesia sudah banyak yang rusak. Mampukah Indonesia mewujudkan mimpinya?


 Kota Semarang
Sumber: http://100rcsemarang.org


Pesisir kota Semarang adalah bagian dari pesisir Indonesia. Terpilihnya kota Semarang sebagai salah satu dari 100 kota di dunia yang terpilih di dalam program 100 Resilient Cities/100RC (100 Resilient Cities Semarang) merupakan momen yang tepat untuk mewujudkan impian Indonesia menjadi poros maritim dunia. Nantinya selain kota Semarang bisa membenahi pesisirnya, ilmunya juga bisa ditularkan kepada pesisir-pesisir lain di Indonesia.

Saat ini fokus utama tentu ditujukan kepada pesisir kota Semarang itu sendiri, di mana kondisinya sangat kritis dan tekanan lahannya sangat berat. Beberapa pesisir diketahui rusak akibat tingginya abrasi dan reklamasi, misalnya Pantai Mangkang, Maron, dan Tambakrejo. Walaupun di tahun ini sebaran mangrove di pesisir kota Semarang meluas karena banyaknya program rehabiltasi, akan tetapi luas yang tersisa hanya 68 ha (sangat kecil).

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem penting di wilayah pesisir dan laut, selain terumbu karang dan padang lamun. Fungsinya adalah untuk menahan gelombang/melindungi daratan dari abrasi, mencegah intrusi air laut, menahan badai dan angin kencang, tempat berlindung satwa, menyerap karbon dan logam berat, serta sebagai tempat pemijahan, pembesaran, dan tempat mencari makan biota laut. Mangrove juga memiliki fungsi ekonomis, yaitu untuk bahan bangunan, bahan pembuatan kapal, bahan baku industri arang dan kertas, bahan pewarna alami, serta kayu bakar. Tanaman ini umumnya bisa dijumpai pada jarak 1-10 km dari garis pantai.

Sering juga dijumpai pembalakan liar terjadi pada hutan mangrove. Tindakan ini bisa menyebabkan hutan tersebut rusak/gundul, sehingga merusak lingkungan pantai. Ironisnya, terkadang pelakunya adalah masyarakat sendiri.


Kerusakan dan Pencemaran di Lingkungan Pantai

Pesisir memiliki berbagai manfaat, seperti digunakan sebagai sumber makanan, transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah. Dari sinilah akhirnya timbul konflik kepentingan. Konflik ini jika tidak disikapi dengan benar bisa menurunkan kualitas serta kuantitas sumber daya alam di pesisir, contohnya masalah reklamasi pantai.



Tur ekoeduwisata mangrove
Sumber: Twitter "Semarang Tangguh"

Kerusakan lingkungan pantai dapat terjadi karena adanya pembalakan liar, abrasi, kerusakan hutan mangrove, pengambilan pasir pantai sebagai bahan bangunan, penurunan sumber daya perikanan, kerusakan padang lamun atau terumbu karang, dan sebagainya. Jika pesisir rusak maka akan terjadi akumulasi gas karbon di atmosfer yang nantinya bisa memperparah dampak perubahan iklim dan abrasi. 

Selain bisa mengalami kerusakan, lingkungan pantai juga bisa mengalami pencemaran. Pencemaran dapat terjadi karena masukan polutan dari kegiatan di sepanjang garis pantai, dan atau secara tidak langsung: melalui aliran sungai, kegiatan di lepas pantai, karena intrusi air laut ke dalam air tanah dan sebagainya. Pencemaran pesisir menyebabkan biota laut teracuni dan tidak layak konsumsi, gatal-gatal, keracunan, kematian, dan menurunnya produksi rumput laut. Contoh pencemaran pesisir adalah tercemarnya pesisir pantai utara Jawa oleh minyak dan oli kapal-kapal yang bongkar muat di sana sehingga biota lautnya sudah tidak layak untuk dikonsumsi. 

Pencemaran bisa mengakibatkan biaya operasional nelayan membengkak (karena harus berlayar ke tengah laut) dan hasil tangkapannya menurun (sehingga sebagian nelayan beralih kerja menjadi buruh serabutan/petani musiman). Bukan cuma itu, pencemaran juga dapat merusak hutan mangrove dan terumbu karang. Mangrove yang terlilit sampah saja bisa menyebabkan terganggunya pertumbuhan mangrove dan satwa di sana. Di samping itu, kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang akan mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan, menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi, serta menyebabkan erosi dan abrasi.


Abrasi dan Reklamasi

Abrasi telah melanda beberapa pesisir di Indonesia, termasuk di kota Semarang. Abrasi bisa merusak habitat penyu, menenggelamkan desa/kecamatan, membuat pantai menjadi lautan, memperganas ombak, memperpendek jarak areal kebun dan tambak dengan pantai, menurunkan jumlah dan luasan spesies tanaman pantai, dan merusak garis pantai. Jika garis pantai sudah rusak, maka sektor pariwisata, transportasi laut, keberadaan lahan produktif, keanekaragaman hayati, dan batas negara bisa terpengaruh.

Reklamasi juga demikian, sudah banyak ditemui. Aktivitas ini membuat banyak hutan mangrove dikonversi menjadi area pertambakan, tempat wisata, kawasan industri/pabrik, dan pemukiman. Efeknya bisa sangat merusak, sebagaimana rusaknya 10 ribu mangrove di pesisir pantai selatan kabupaten Sampang, Madura.

Di Indonesia, laju kerusakan kawasan mangrove dan padang lamun mencapai satu persen atau 618,94 kilometer per tahun. Di pesisir pantai utara Jawa sendiri, sekitar 80 persen dari wilayahnya rusak akibat konversi hutan mangrove menjadi areal pertambakan, pemukiman dan industri; pembangunan infrastruktur yang tak memperhatikan aspek lingkungan, serta pengambilan air tanah dan budidaya perikanan yang tidak berkelanjutan.


Kondisi Pesisir-pesisir di Kota Semarang Sudah Sangat Mengkhawatirkan

Kondisi laut dan pesisir Indonesia saat ini sudah sangat memprihatinkan. Sejak 2011, potensi hasil laut Indonesia makin menurun. Dari 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), mayoritas telah tereksploitasi parah dan sedang (berada di zona berbahaya). Ditambah dengan prestasi Indonesia sebagai negara nomer 2 paling banyak buang sampah di laut dan banyaknya pesisir di Indonesia yang tercemar/rusak, membuat laut dan pesisir Indonesia perlu mendapat perhatian serius.

Pesisir-pesisir di kota Semarang juga banyak yang sudah sangat kritis atau rusak, di antaranya akibat reklamasi. Sayangnya, walau banyak pihak bermaksud untuk menyelamatkannya tetapi hal itu sulit, karena lahan sudah dikuasai oleh pihak ke tiga. Dari sekitar 1146 hektar wilayah pesisir kota Semarang mulai dari Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara hingga Genuk hampir semuanya dimiliki oleh swasta (sekitar 7 perusahaan) dan sisanya BUMN. Pemkot tidak memiliki lahan sama sekali. Akhirnya pemkot berusaha menyiasatinya dengan menyusun perda zonasi. Perda ini akan membagi pesisir ke dalam zona-zona, di antaranya adalah zona perikanan, budidaya perikanan tangkap, zona industri, zona pelabuhan, zona pertanian dan zona pelayaran. Melalui perda itu semua pembangunan yang merusak lahan konservasi bisa dicegah dan lahan konservasi yang sudah ada bisa dipertahankan.


Upaya-upaya Penyelamatan Pesisir 

Sebagaimana telah tertulis di atas, pemerintah berusaha menyelamatkan pesisir dengan menerbitkan perda zonasi. Sementara itu, para pemerhati lingkungan biasanya lebih fokus kepada rehabilitasi mangrove. Dalam merehabilitasi mangrove sebaiknya dipilih bibit lokal karena sudah sesuai dengan karakteristik pesisir di sana dan tahan terhadap gelombang laut. Meskipun tampak sebagai solusi yang baik, akan tetapi rehabilitasi mangrove tidak selalu berhasil. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya bibit yang akan ditanam, rendahnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat dalam penanaman mangrove serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Belum lagi terjadinya laju abrasi yang terkadang lebih cepat daripada pertumbuhan mangrove itu sendiri, sehingga bisa merusaknya. Oleh karena itu biasanya dibangun pula tanggul penahan ombak. 

Di pesisir pantai utara Jawa, di mana 80 persen dari wilayahnya rusak, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Belanda meluncurkan program “Membangun Bersama Alam” (dulu bernama “Mangrove Capital”). Program ini merupakan kombinasi dari restorasi mangrove dengan teknik rekayasa keras seperti bendungan dan dinding laut.

Selain cara-cara di atas, beberapa cara berikut bisa ditempuh sebagai upaya menyelamatkan/melestarikan wilayah pesisir di kota Semarang, yaitu:

1.    Membuat kebijakan yang holistik, ramah lingkungan, dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
2.    Mengukur ulang batas-batas reklamasi yang telah disepakati, adakah pelanggaran yang telah dilakukan?
3.    Jika mungkin, suatu saat nanti daerah yang telah direklamasi tersebut akan diambil alih kembali oleh pemerintah/negara. Jika tidak, maka perusahaan yang telah mereklamasinya-lah yang harus menanam mangrove di lahan yang dimilikinya sekaligus merawat dan mempertahankannya.
4.    Menghentikan reklamasi pantai yang belum terjadi, mencegah agar pencemaran dan kerusakan tidak terjadi, mencegah kerusakan yang telah terjadi agar tidak makin parah, dan memperbaiki kerusakan yang sudah parah.
5.    Membuat jalur hijau, instalasi pengolahan limbah sederhana (Grease Trap), dan sabuk pantai.
6.    Membatasi penggunaan/eksploitasi air tanah, mengawasi penggunaannya, dan menindak pelanggarnya.
7.    Menghemat air.
8.    Mensosialisasikan hukum dan kebijakan yang terkait dengan pesisir sekaligus menindak tegas para pelanggarnya, misalnya penerapan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir pasal 35 pasal g yang berisi larangan menebang mangrove untuk kegiatan industri, pemukiman dan kegiatan lainnya dan sanksi pidana bagi yang melanggar larangan tersebut dengan penjara paling singkat 2 (dua) tahun paling lama 10 (sepuluh) tahun dengan denda paling sedikit 2 milyar paling banyak 10 milyar.
9.    Meskipun sebagian besar pesisir sudah dikuasai oleh swasta, tetapi pemerintah membuat suatu aturan bahwa pemerintah diperbolehkan untuk mengambil sampel-sampel air di daerah pesisir setiap beberapa bulan sekali/meneliti biota yang ada di sana. Tercemar atau tidak? Jika tercemar, tercemari oleh apa? Dan hal-hal semacam itu.
10.    Mewajibkan semua pemilik lahan di pesisir agar limbahnya zero waste dan CSR-nya menyangkut masalah yang menyinggung langsung kelestarian lingkungan di sana.
11.    Untuk mengatasi masalah karena pencemaran pesisir pemerintah bekerja sama dengan National Oceanic and Atmospheric Administration dan The Environmental Protection Agency (EPA) serta mengacu pada kongres yang dilakukan oleh The Coastal Zone Act Reauthorization Amendments (CZARA) membuat “Program Pengendalian Polusi Nonpoint Wilayah Pesisir Indonesia”. The Coastal Program Nonpoint merupakan pendekatan komprehensif pada area yang tercemar. Bahwa semua kegiatan penggunaan lahan di sekitar DAS dapat berdampak pada muara sungai, pantai, sumber daya laut, dan laut. Program ini dibuat untuk meningkatkan koordinasi pencegahan pencemaran dan berusaha untuk membangun kerja sama dengan pihak lain untuk memfasilitasi pelaksanaan metode yang tepat untuk mengurangi pencemaran sebelum masalahnya lebih besar.
12.    Menjalankan program Karbon Biru
Program ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbondioksida di bumi dengan menjaga keberadaan hutan mangrove, padang lamun, dan rumput laut. Selain itu, program ini juga menjaga keberadaan ekosistem pesisir, karena vegetasinya menyimpan karbon 100 kali lebih permanen dibandingkan hutan di daratan.

Pelestarian mangrove, padang lamun, dan terumbu karang dapat dilakukan melalui:
a.       Penyuluhan
b.      Peningkatan status sosial masyarakat di sekitar pesisir laut
c.       Pengukuran luas hutan mangrove/rehabilitasi
d.      Pemberian kursus mengenai pengelolaan hutan mangrove
e.       Pengawasan dan penjagaan hutan mangrove
f.       Penegakan hukum
g.      Konservasi di pesisir
h.      Zonasi
i.      Rehabilitasi terumbu karang: meningkatkan populasi karang, mengurangi alga yang hidup bebas, dan meningkatkan ikan-ikan karang,
j.        Dan lain-lain.

Jika wilayah pesisir sudah bisa diselamatkan, maka peluang untuk menjadikannya daerah wisata terbuka lebar. Kemudian untuk meningkatkan potensi wisata mangrove di kota Semarang bisa dibentuk kluster penganan (kerupuk, sirup, keripik, dan es cendol) dan batik mangrove . Nantinya pemasarannya pun akan dikuatkan/didukung oleh pemerintah.

Dari seluruh upaya pelestarian pesisir, hal yang paling utama adalah kesadaran dan kerja sama dari instansi terkait, swasta, kalangan akademisi, serta masyarakat. Kesadaran bahwa mangrove, terumbu karang dan lamun itu penting serta kesadaran bahwa pesisir itu penting dan mempengaruhi masa depan kita. Dengan cara ini, membawa pesisir Indonesia menjadi poros maritim dunia bukan cuma mimpi. 

Melestarikan pesisir sama dengan membuat alam tetap indah dan membuat kita nyaman untuk hidup berdampingan dengan alam.


Semarang sebagai 100 Resilient Cities
Sumber:  FB. Semarang Kota Tangguh-100 Resilient Cities


Dengan adanya gambaran Strategi Ketahanan Kota yang tepat, kota Semarang dapat membawanya kepada 100RC (100 Resilient Cities Semarang) untuk:
1.    Mendapatkan dukungan melalui CRO yang akan memimpin penyusunan strategi ketahanan kota.
2.    Mendapatkan pendampingan dan dukungan melalui tim Mercy Corps Indonesia sebagai mitra strategi.
3.    Mendapatkan akses terhadap sumber daya untuk pengembangan strategi dan implementasi ke depannya.
4.    Mendapatkan  keanggotaan pada jaringan 100RC dalam skala internasional untuk berbagi pengetahuan dan kolaborasi.

Dengan cara ini sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Kota Semarang bisa memperbaiki kondisi pesisirnya, sekaligus bisa membantu memulihkan kondisi pesisir-pesisir lain di Indonesia untuk memulihkan diri (menularkan ilmunya). Harapannya, ke depannya mimpi Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia bisa tercapai.

Sumber:

Meningkatkan Ketahanan Air Bersih di Kota Semarang

Tahun ini kota Semarang menorehkan prestasinya sebagai salah satu kota yang terpilih dalam program 100 Resilient Cities (100 Resilient Cities Semarang). Program ini adalah program yang di-inisiasi oleh Rockefeller Foundation untuk meningkatkan kemampuan kota dalam beradaptasi dan tumbuh di antara guncangan dan tekanan fisik maupun sosial yang terjadi. Di dalam program ini akan dipilih 100 kota dari seluruh dunia. Ada lebih dari 700 kota yang mendaftar. Dari 67 kota yang sudah terpilih, Semarang-lah salah satunya dan sekaligus menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia yang terpilih. Tentunya hal ini sungguh membanggakan, namun jangan sampai melenakan. Pencapaian ini bukanlah hasil akhir, melainkan awal dari tugas berat yang sudah menanti, yaitu mengatasi berbagai tekanan dan guncangan di kota Semarang dengan strategi yang lebih baik.



Daftar guncangan dan tekanan di kota Semarang
Sumber: http://100rcsemarang.org


Krisis air bersih merupakan salah satu tekanan yang dihadapi kota Semarang. Sebanyak 80% dari kebutuhan air bersih di kota ini diperoleh dengan memanfaatkan air tanah. Pemakaian air tanah berlebih terutama didapati di Semarang bagian bawah (kecamatan Semarang Utara, Semarang Barat, Semarang Tengah, Semarang Timur, Gayam Sari, Genuk, dan Manyaran) yang merupakan dataran pantai hingga berombak, karena air permukaannya payau. Tindakan ini menyebabkan semakin lama air tanah semakin menyusut sehingga air di sana semakin payau dan kadar garamnya meningkat. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan  berlarut-larut karena dapat mengakibatkan amblesan tanah, longsor, banjir, rob, dan intrusi air laut. Jika itu terjadi maka kecepatan amblesan di sini (pesisir) akan menjadi yang tertinggi dibanding daerah lain di kota Semarang (karena rongga antar pori-pori tanah yang semula diisi oleh air akan kosong).

Berbeda dengan Semarang bagian bawah, Semarang bagian atas (kecamatan Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati, Banyumanik, Mijen, dan Tembalang) memperoleh air bersihnya dari air sungai Garang dan Babon, serta air tanah dangkal. Beberapa di antaranya malah belum teraliri PDAM karena air PDAM tidak kuat mengalir hingga ke daerah atas. Kondisi ini menyebabkan beberapa daerah mengalami krisis air di musim kemarau, misalnya Kampung Deliksari, kelurahan Sukorejo, Gunungpati; kelurahan Rowosari dan Mangunharjo, kecamatan Tembalang, serta kelurahan Gedawang, kecamatan Banyumanik. Krisis terparah terjadi di Deliksari karena pipa PDAM belum masuk dan artesis tidak maksimal. Biasanya solusi yang diambil oleh pemerintah adalah menggerojok tangki-tangki air bersih ke sana karena kapasitas air di Sendang Gayam tidak mencukupi kebutuhan air warga Deliksari. Untuk memudahkan pembagian air bersih, paralon ditaruh di tepi jalan raya sehingga memudahkan truk tangki menggelontorkan air bersih.

Krisis semacam ini juga telah melanda berbagai kota dan berbagai negara di dunia, yaitu terkait dengan minimnya ketersediaan air atau bisa juga air yang tersedia sebenarnya berlimpah tetapi tidak bersih (tidak layak minum/tidak layak pakai), atau air yang ada tidak terdistribusi dengan baik. Masalah ini menjadi kompleks selain karena air menyangkut hajat hidup orang banyak, krisis air juga bisa berimbas pada krisis pertanian dan konflik/persaingan untuk memperebutkan air. Krisis pertanian menyebabkan ketersediaan air untuk menghasilkan pangan, proses industri dan semua kegunaan lain menjadi langka sehingga bisa berujung pada krisis pangan dan krisis-krisis yang lain. Belum lagi kemungkinan terjadinya krisis lingkungan, di mana peningkatan penggunaan air oleh manusia berefek besar pada ekosistem perairan dan spesies yang tergantung mereka.


Banjir
Sumber:  http://100rcsemarang.org

Di kota Semarang sendiri krisis air bersih terjadi dari tahun ke tahun. Di antara penyebabnya adalah perubahan alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan. Kedua hal ini menurunkan debit air tanah hingga di bawah normal sehingga ketersediaan air terus menyusut, serta menyebabkan rawan banjir dan longsor. Penyebab lainnya adalah meningkatnya kepadatan penduduk, polusi air, pemanasan global, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian air, serta berkurangnya hutan dan daerah resapan air. Persoalan ini membutuhkan penanganan yang lebih serius, solusi-solusi ke depannya harus lebih baik daripada solusi-solusi yang telah dilakukan. Kita tidak bisa mengambil solusi yang sama jika masalah yang coba kita atasi itu tetap muncul dari tahun ke tahun. Itu artinya diperlukan solusi-solusi lain yang lebih baik. Apalagi tahun ini permintaan jumlah tangki air bersih di wilayah-wilayah yang krisis air meningkat dari tahun sebelumnya dan krisis juga telah meluas ke wilayah Wonosari yang selama ini tidak pernah dilanda kekeringan. Sehubungan dengan hal ini pemerintah berencana untuk melakukan perbaikan alat PDAM, memasok air warga dari waduk Jatibarang, dan mempercepat pembangunan air atau kolam retensi di kota Semarang. Kolam retensi ini disebut-sebut selain bisa digunakan untuk mengatasi krisis air bersih juga bisa mengatasi persoalan rob dan banjir. Akan tetapi, penggunaannya harus dipastikan tepat guna (jangan sampai mangkrak atau difungsikan untuk hal lain yang tidak menyentuh sasaran yang sebenarnya), serta perlu dioptimalkan dan diawasi. Jangan sampai terjadi seperti di Muktiharjo Kidul, kolam retensi malah digunakan oleh warga sebagai tambak. 

Untuk mengantisipasi terjadinya krisis serupa di masa depan, solusi terbaik adalah dengan menerapkan sistem perbaikan holistik dan berkelanjutan. Di antara langkah-langkah yang bisa diambil adalah sebagai berikut:
1.    Mendidik untuk mengubah gaya hidup dan konsumsi air, dengan cara memahamkan semua orang bahwa kelestarian air adalah tanggung jawab bersama. Jika terjadi krisis air maka semua orang akan terkena dampaknya.
2.    Merancang program pipanisasi atau sambungan air baru.
3.    Membuat sumur artesis.
4.    Mengadakan pamsimas (penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat) di desa yang berpotensi terjadi krisis air bersih.
5.    Menerapkan sistem pemanenan air hujan (rain harvesting), dengan membuat tampungan air di rumah warga di sejumlah titik rawan kekeringan di kota Semarang.
6.    Menanam pohon, reboisasi, dan penghijauan.
7.    Membuat lubang biopori.
8.    Menindak tegas pelaku pencurian air atau pencemaran air.
9.    Mengajak masyarakat untuk berperan aktif melaporkan pencurian air dan pencemaran air.
10. Mengikutsertakan lembaga pendidikan untuk mengadakan riset dan penelitian terkait teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis air, mengadakan penyuluhan pentingnya air bersih, KKN atau skripsi bertema kelestarian air, dan semacamnya.
11.  Menggunakan pemurni air bertenaga surya.
Seorang anak yang dari sekolah Amerika, Deepika Kurup, 15, menemukan cara untuk menggunakan seng oksida dan titanium dioksida dalam wadah yang terekspos radiasi ultraviolet dan membersihkan air, sehingga cocok untuk minum.
12.  Menggunakan teknologi pemanen kabut
 Dengan teknologi ini air dalam kabut akan ditangkap dan dikumpulkan sehingga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
13.    Memanfaatkan air seefektif dan seefisien mungkin, misalnya:
a. Jika sebelumnya mencuci mobil setiap hari, sekarang bisa dua atau tiga hari sekali.
b. Mematikan keran saat mencuci, saat menggosok gigi, atau di saat tidak sedang digunakan.
c. Menggunakan air sisa mencuci sayuran untuk menyiram tanaman.
14.    Membangun kerangka kerja/kerja sama dengan semua lembaga/pihak yang terkait dan melakukan koordinasi atasnya.
15.    Mengecilkan jejak kaki air perusahaan, artinya mencari titik di mana kebutuhan air bisa ditekan sekecil-kecilnya.
16.    Meningkatkan infrastruktur distribusi.
17.    Menciptakan teknologi konservasi air baru yang mengkonsumsi energi rendah.
18.    Menciptakan teknologi untuk mendeteksi kebocoran pipa dengan cepat.
19.    Segera mengatasi kebocoran pipa dan mengganti pipa-pipa yang telah tua dan tidak layak.
20. Mengembangkan dan memberlakukan kebijakan dan peraturan yang lebih baik; misalnya mengintegrasikan pengelolaan air, konservasi dan sanitasi ke dalam kebijakan perdagangan.
21. Transfer teknologi dari kota/negara lain yang sudah berhasil atau mampu membantu mengatasi masalah krisis air bersih di kota Semarang.
22.    Mendaur ulang limbah
23.    Mitigasi perubahan iklim.
24.    Mengontrol pertumbuhan penduduk.
25.    Pembersih berupa karbondioksida (CO2)
Air kadang digunakan dalam banyak aplikasi industri sebagai pendingin basah atau agen pembersih dalam skala besar. Kedua kegiatan ini menghasilkan ton sampah setiap tahun. Beruntung fungsinya bisa digantikan oleh karbondioksida padat. Pembersihan CO2 melibatkan penggunaan karbondioksida dalam bentuk padat, sangat mendorong es partikel kering dari nozzle untuk membersihkan berbagai permukaan yang berbeda. Teknologi ini dapat digunakan untuk pesawat komposit dan struktur otomotif, membersihkan peralatan medis yang kompleks, dan operasi dry cleaning dengan cara yang ramah lingkungan. Karbondioksida dalam bentuk padat ini  berasal dari daur ulang dari kegunaan industri lainnya sehingga dapat menjadi solusi krisis kekurangan air sekaligus membantu mengatasi perubahan iklim.
26.    Menggunakan solusi energi yang ramah air
Sadar atau tidak selama ini air seolah-olah dihargai murah atau lebih murah dari minyak. Jika dibutuhkan 3-4 galon air untuk membuat satu galon minyak atau setara gas alam misalnya, kita harus menganggap air gratis atau sangat murah agar dikatakan layak secara ekonomi (padahal air tidak demikian). Saat ini, sekitar 90% dari pembangkit listrik global yang menggunakan sejumlah besar air untuk pendinginan dan "fracking" atau rekah hidrolik, proses di mana secara kimia air yang diolah dipompa ke batu alam untuk melepaskan gas shale dan minyak. Penggunaan air di fracking membantu untuk menggambarkan perbedaan antara kelangkaan air dan bagaimana hal itu dihargai. Terkait dengan hal ini, Sarbjit Nahal, kepala investasi tematik, BoA Merrill Lynch Global Research memprediksi bahwa pada tahun 2030 air akan menjadi lebih langka dari minyak.

Di banyak negara kekurangan air diperburuk atau bahkan disebabkan oleh salah urus pemerintah, pertarungan politik, dan korupsi terang-terangan. Bukan tidak mungkin bahwa ketiga hal tersebut juga ikut andil di dalam terjadinya krisis air bersih di kota Semarang. Ke semua ini harus diperhatikan dan segera diperbaiki. Dengan cara ini Insya Allah kota Semarang bisa lebih tangguh di dalam menghadapi ancaman krisis air bersih.


Sumber: