Tahun
ini kota Semarang menorehkan prestasinya sebagai salah satu kota yang terpilih
dalam program 100 Resilient Cities (100
Resilient Cities Semarang). Program ini adalah program yang di-inisiasi
oleh Rockefeller Foundation untuk meningkatkan kemampuan kota dalam beradaptasi
dan tumbuh di antara guncangan dan tekanan fisik maupun sosial yang terjadi. Di
dalam program ini akan dipilih 100 kota dari seluruh dunia. Ada lebih dari 700
kota yang mendaftar. Dari 67 kota yang sudah terpilih, Semarang-lah salah
satunya dan sekaligus menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia yang terpilih.
Tentunya hal ini sungguh membanggakan, namun jangan sampai melenakan.
Pencapaian ini bukanlah hasil akhir, melainkan awal dari tugas berat yang sudah
menanti, yaitu mengatasi berbagai tekanan dan guncangan di kota Semarang dengan
strategi yang lebih baik.
Krisis
air bersih merupakan salah satu tekanan yang dihadapi kota Semarang. Sebanyak 80%
dari kebutuhan air bersih di kota ini diperoleh dengan memanfaatkan air tanah.
Pemakaian air tanah berlebih terutama didapati di Semarang bagian bawah (kecamatan
Semarang Utara, Semarang Barat, Semarang Tengah, Semarang Timur, Gayam Sari,
Genuk, dan Manyaran) yang merupakan dataran pantai hingga berombak, karena air
permukaannya payau. Tindakan ini menyebabkan semakin lama air tanah semakin
menyusut sehingga air di sana semakin payau dan kadar garamnya meningkat. Kondisi
ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena
dapat mengakibatkan amblesan tanah, longsor, banjir, rob, dan intrusi air laut.
Jika itu terjadi maka kecepatan amblesan di sini (pesisir) akan menjadi yang tertinggi
dibanding daerah lain di kota Semarang (karena rongga antar pori-pori tanah
yang semula diisi oleh air akan kosong).
Berbeda
dengan Semarang bagian bawah, Semarang bagian atas (kecamatan Semarang Selatan,
Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati, Banyumanik, Mijen, dan Tembalang)
memperoleh air bersihnya dari air sungai Garang dan Babon, serta air tanah
dangkal. Beberapa di antaranya malah belum teraliri PDAM karena air PDAM tidak
kuat mengalir hingga ke daerah atas. Kondisi ini menyebabkan beberapa daerah
mengalami krisis air di musim kemarau, misalnya Kampung Deliksari, kelurahan
Sukorejo, Gunungpati; kelurahan Rowosari dan Mangunharjo, kecamatan Tembalang,
serta kelurahan Gedawang, kecamatan Banyumanik. Krisis terparah terjadi di
Deliksari karena pipa PDAM belum masuk dan artesis tidak maksimal. Biasanya
solusi yang diambil oleh pemerintah adalah menggerojok tangki-tangki air bersih
ke sana karena kapasitas air di Sendang Gayam tidak mencukupi kebutuhan air
warga Deliksari. Untuk memudahkan pembagian air bersih, paralon ditaruh di tepi
jalan raya sehingga memudahkan truk tangki menggelontorkan air bersih.
Krisis
semacam ini juga telah melanda berbagai kota dan berbagai negara di dunia,
yaitu terkait dengan minimnya ketersediaan air atau bisa juga air yang tersedia
sebenarnya berlimpah tetapi tidak bersih (tidak layak minum/tidak layak pakai),
atau air yang ada tidak terdistribusi dengan baik. Masalah ini menjadi kompleks
selain karena air menyangkut hajat hidup orang banyak, krisis air juga bisa
berimbas pada krisis pertanian dan konflik/persaingan untuk memperebutkan air. Krisis
pertanian menyebabkan ketersediaan air untuk menghasilkan pangan, proses
industri dan semua kegunaan lain menjadi langka sehingga bisa berujung pada
krisis pangan dan krisis-krisis yang lain. Belum lagi kemungkinan terjadinya
krisis lingkungan, di mana peningkatan penggunaan air oleh manusia berefek besar
pada ekosistem perairan dan spesies yang tergantung mereka.
Di
kota Semarang sendiri krisis air bersih terjadi dari tahun ke tahun. Di antara
penyebabnya adalah perubahan alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan. Kedua
hal ini menurunkan debit air tanah hingga di bawah normal sehingga ketersediaan
air terus menyusut, serta menyebabkan rawan banjir dan longsor. Penyebab
lainnya adalah meningkatnya kepadatan penduduk, polusi air, pemanasan global, rendahnya
kesadaran masyarakat terhadap kelestarian air, serta berkurangnya hutan dan
daerah resapan air. Persoalan ini membutuhkan penanganan yang lebih serius,
solusi-solusi ke depannya harus lebih baik daripada solusi-solusi yang telah
dilakukan. Kita tidak bisa mengambil solusi yang sama jika masalah yang coba
kita atasi itu tetap muncul dari tahun ke tahun. Itu artinya diperlukan
solusi-solusi lain yang lebih baik. Apalagi tahun ini permintaan jumlah tangki
air bersih di wilayah-wilayah yang krisis air meningkat dari tahun sebelumnya
dan krisis juga telah meluas ke wilayah Wonosari yang selama ini tidak pernah
dilanda kekeringan. Sehubungan dengan hal ini pemerintah berencana untuk
melakukan perbaikan alat PDAM, memasok air warga dari waduk Jatibarang, dan
mempercepat pembangunan air atau kolam retensi di kota Semarang. Kolam retensi
ini disebut-sebut selain bisa digunakan untuk mengatasi krisis air bersih juga
bisa mengatasi persoalan rob dan banjir. Akan tetapi, penggunaannya harus
dipastikan tepat guna (jangan sampai mangkrak atau difungsikan untuk hal lain
yang tidak menyentuh sasaran yang sebenarnya), serta perlu dioptimalkan dan
diawasi. Jangan sampai terjadi seperti di Muktiharjo Kidul, kolam retensi malah
digunakan oleh warga sebagai tambak.
Untuk
mengantisipasi terjadinya krisis serupa di masa depan, solusi terbaik adalah
dengan menerapkan sistem perbaikan holistik dan berkelanjutan. Di antara
langkah-langkah yang bisa diambil adalah sebagai berikut:
1. Mendidik
untuk mengubah gaya hidup dan konsumsi air, dengan cara memahamkan semua orang
bahwa kelestarian air adalah tanggung jawab bersama. Jika terjadi krisis air
maka semua orang akan terkena dampaknya.
2. Merancang
program pipanisasi atau sambungan air baru.
3. Membuat
sumur artesis.
4. Mengadakan
pamsimas (penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat) di desa yang
berpotensi terjadi krisis air bersih.
5. Menerapkan
sistem pemanenan air hujan (rain harvesting), dengan membuat tampungan air di
rumah warga di sejumlah titik rawan kekeringan di kota Semarang.
6. Menanam
pohon, reboisasi, dan penghijauan.
7. Membuat
lubang biopori.
8. Menindak
tegas pelaku pencurian air atau pencemaran air.
9. Mengajak
masyarakat untuk berperan aktif melaporkan pencurian air dan pencemaran air.
10. Mengikutsertakan
lembaga pendidikan untuk mengadakan riset dan penelitian terkait teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis air, mengadakan penyuluhan pentingnya air
bersih, KKN atau skripsi bertema kelestarian air, dan semacamnya.
11. Menggunakan
pemurni air bertenaga surya.
Seorang
anak yang dari sekolah Amerika, Deepika Kurup, 15, menemukan cara untuk
menggunakan seng oksida dan titanium dioksida dalam wadah yang terekspos
radiasi ultraviolet dan membersihkan air, sehingga cocok untuk minum.
12. Menggunakan
teknologi pemanen kabut
Dengan
teknologi ini air dalam kabut akan ditangkap dan dikumpulkan sehingga bisa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
13. Memanfaatkan
air seefektif dan seefisien mungkin, misalnya:
a. Jika sebelumnya mencuci mobil setiap hari, sekarang bisa dua atau tiga hari sekali.
b. Mematikan keran saat mencuci, saat menggosok gigi, atau di saat tidak sedang digunakan.
c. Menggunakan air sisa mencuci sayuran untuk menyiram tanaman.
a. Jika sebelumnya mencuci mobil setiap hari, sekarang bisa dua atau tiga hari sekali.
b. Mematikan keran saat mencuci, saat menggosok gigi, atau di saat tidak sedang digunakan.
c. Menggunakan air sisa mencuci sayuran untuk menyiram tanaman.
14. Membangun
kerangka kerja/kerja sama dengan semua lembaga/pihak yang terkait dan melakukan koordinasi atasnya.
15. Mengecilkan
jejak kaki air perusahaan, artinya mencari titik di mana kebutuhan air bisa
ditekan sekecil-kecilnya.
16. Meningkatkan
infrastruktur distribusi.
17. Menciptakan
teknologi konservasi air baru yang mengkonsumsi energi rendah.
18. Menciptakan
teknologi untuk mendeteksi kebocoran pipa dengan cepat.
19. Segera
mengatasi kebocoran pipa dan mengganti pipa-pipa yang telah tua dan tidak
layak.
20. Mengembangkan
dan memberlakukan kebijakan dan peraturan yang lebih baik; misalnya mengintegrasikan
pengelolaan air, konservasi dan sanitasi ke dalam kebijakan perdagangan.
21. Transfer
teknologi dari kota/negara lain yang sudah berhasil atau mampu membantu
mengatasi masalah krisis air bersih di kota Semarang.
22. Mendaur
ulang limbah
23. Mitigasi
perubahan iklim.
24. Mengontrol
pertumbuhan penduduk.
25. Pembersih
berupa karbondioksida (CO2)
Air
kadang digunakan dalam banyak aplikasi industri sebagai pendingin basah atau
agen pembersih dalam skala besar. Kedua kegiatan ini menghasilkan ton sampah
setiap tahun. Beruntung fungsinya bisa digantikan oleh karbondioksida padat. Pembersihan
CO2 melibatkan penggunaan karbondioksida dalam bentuk padat, sangat
mendorong es partikel kering dari nozzle untuk membersihkan berbagai permukaan
yang berbeda. Teknologi ini dapat digunakan untuk pesawat komposit dan struktur
otomotif, membersihkan peralatan medis yang kompleks, dan operasi dry cleaning
dengan cara yang ramah lingkungan. Karbondioksida dalam bentuk padat ini berasal dari daur ulang dari kegunaan
industri lainnya sehingga dapat menjadi solusi krisis kekurangan air sekaligus membantu
mengatasi perubahan iklim.
26. Menggunakan
solusi energi yang ramah air
Sadar
atau tidak selama ini air seolah-olah dihargai murah atau lebih murah dari
minyak. Jika dibutuhkan 3-4 galon air untuk membuat satu galon minyak atau
setara gas alam misalnya, kita harus menganggap air gratis atau sangat murah
agar dikatakan layak secara ekonomi (padahal air tidak demikian). Saat ini, sekitar
90% dari pembangkit listrik global yang menggunakan sejumlah besar air untuk
pendinginan dan "fracking" atau rekah hidrolik, proses di mana secara
kimia air yang diolah dipompa ke batu alam untuk melepaskan gas shale dan
minyak. Penggunaan air di fracking membantu untuk menggambarkan perbedaan
antara kelangkaan air dan bagaimana hal itu dihargai. Terkait dengan hal ini, Sarbjit
Nahal, kepala investasi tematik, BoA Merrill Lynch Global Research memprediksi
bahwa pada tahun 2030 air akan menjadi lebih langka dari minyak.
Di banyak negara kekurangan air diperburuk atau bahkan disebabkan oleh salah urus pemerintah, pertarungan politik, dan korupsi terang-terangan. Bukan tidak mungkin bahwa ketiga hal tersebut juga ikut andil di dalam terjadinya krisis air bersih di kota Semarang. Ke semua ini harus diperhatikan dan segera diperbaiki. Dengan cara ini Insya Allah kota Semarang bisa lebih tangguh di dalam menghadapi ancaman krisis air bersih.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar