Rabu, 10 Juni 2015

Bahaya Narkoba Terhadap Kesehatan

Penyalahgunaan narkoba sangat berbahaya bagi kesehatan. Mengapa dikatakan penyalahgunaan? Karena pada awalnya beberapa narkoba tersebut digunakan untuk tujuan medis atau tujuan lain yang tidak buruk. Narkoba golongan opioid misalnya (fentanil, hidromorfon, methadone, morfin, oksikodon, dan penthidine) sebenarnya awalnya digunakan untuk menekan rasa sakit pada penderita kanker stadium akhir, AIDS, dan prosedur-prosedur operasi. Contoh lainnya berupa efedrin dan atau pseudoefedrin sebagai prekursor (bahan dasar) pembuatan metamfetamin atau methcatinone (stimulan tipe amfetamin lainnya). Penggunaan legal dari efedrin adalah sebagai obat batuk (bronkodilator) sedangkan pseudoefedrin sebagai dekongestan hidung. Efedrin juga biasa digunakan sebagai anestesi spinal, suplemen-suplemen makanan, atau pil untuk menurunkan berat badan dan mengurangi lemak tubuh. Kombinasi dari efedrin dan pseudoefedrin (efedra) digunakan untuk merawat asma, bronkitis, dan sebagai stimulan.

Secara umum pengaruh narkoba ada 4, yaitu bersifat stimulan, depresan, adiktif, dan  halusinogen. Narkoba sendiri ada bermacam-macam, di antaranya ganja, morfin, heroin, kokain, sabu-sabu, dan ecstasy (MDMA). Masing-masing zat tersebut memiliki efek sendiri-sendiri bagi penggunanya. Penggunaan sabu-sabu misalnya, dapat menyebabkan jantung berdebar-debar, suhu badan meningkat, tidak bisa tidur hingga wajah terlihat pucat, tidak nafsu makan, gigi rapuh karena kurang kalsium, depresi berkepanjangan, serta timbul euforia yang tinggi hingga halusinasi. Jenis narkoba yang lain juga tidak kalah bahayanya. Terkadang seorang pengguna berganti-ganti dari jenis narkoba satu ke jenis lainnya (substitusi) atau menggunakan beberapa narkoba secara bersamaan (polydrug use). Polydrug use bisa disebabkan karena tujuan hiburan atau pemakaian teratur.

Ada 3 pola yang berbeda dari polydrug use, yaitu:
1.        Untuk mendapatkan efek kumulatif / komplementer, misalnya ganja/kokain + alkohol.
2.        Untuk menutup efek merugikan dari narkoba jenis lain, walaupun pada kasus belakangan kombinasi pola ke dua ini juga mengandung efek komplementer, misalnya kokain dan heroin.
3.        Untuk memindahkan / mengganti narkoba yang satu ke narkoba yang lain sehubungan dengan harga (mencari yang lebih murah), kemudahan akses, ketersediaan, atau tren fashion, misalnya heroin diganti dengan oksikodon, ekstasi diganti dengan mefedron, dan sebagainya.

Dengan  polydrug use tentu saja konsekuensi yang diterima juga bertambah, yaitu berupa meningkatnya toksisitas, overdosis, dan kematian. Penyebab utama kematian akibat narkoba adalah overdosis, sedangkan jenis narkobanya adalah heroin dan opioid-opioid yang tidak diresepkan secara medis. Sementara overdosis yang fatal bisa menyebabkan kematian, overdosis yang tidak fatal selain dapat menyebabkan kematian juga dapat mengakibatkan abnormalitas, termasuk cerebral hypoxia, radang paru-paru (pulmonary oedema), pneumonia, dan cardiac arrhythmia. Hal-hal tersebut bisa menyebabkan perawatan lama di rumah sakit, kerusakan otak, dan kecacatan (disabilitas).

Kematian terkait narkoba mencakup overdosis drug yang fatal, kematian karena HIV akibat penggunaan narkoba suntik, bunuh diri, serta kematian yang tak disengaja dan trauma. Tingkat kematian akibat narkoba per 100 ribu umur terstandar di Afghanistan menduduki peringkat pertama dari 192 negara (http://www.worldlifeexpectancy.com/cause-of-death/drug-use/by-country/, data bersumber dari WHO 2011). Tingginya kematian akibat narkoba di Afghanistan mungkin berkaitan dengan prestasinya sebagai negara pembudidaya tanaman poppy (bahan opium) terbesar di dunia. Produksi tanaman ini meningkat dari 154 ribu hektar (2012) menjadi 209 ribu hektar (2013). Diperkirakan produksi potensial opium di sana pada 2013 sebesar 5500 ton, yaitu 80 persen dari produksi opium dunia. Di Afghanistan, penggunaan opioid dalam bentuk opium dan heroin didominasi oleh para pria, sedangkan para wanita lebih suka menggunakan kodein. Meskipun tingkat kematian tertinggi terkait narkoba diraih oleh Afghanistan sebenarnya definisi dari kematian terkait narkoba itu sendiri berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Bahaya narkoba yang lain berasal dari penggunaan jarum suntik. Penggunaan narkoba suntik yang tidak aman juga bisa menimbulkan berbagai dampak serius bagi kesehatan, biasanya disebabkan karena bergantian memakai jarum suntik. Penyakit-penyakit yang dimaksud misalnya AIDS (HIV), hepatitis B, dan hepatitis C. Hepatitis B dan C sendiri bisa menyebabkan sirosis hati, kanker hati, dan kematian.

Efek-efek narkoba di atas disebut Disability-Adjusted Life Year (DALY), yang terdiri dari Years of potential Life Lost due to premature death (YLL) dan the Years of Life lived with Disability (YLD).

Kokain lebih berbahaya daripada ganja. Kokain banyak digunakan di Amerika, Eropa, dan Oseania. Hampir seluruh kokain di dunia diproduksi di 3 negara di Amerika Selatan. Di Amerika Selatan, konsumsi dan perdagangan kokain menjadi semakin menonjol, terutama di Brazil karena lokasi geografisnya dan populasi kota yang besar.

Meskipun kokain lebih berbahaya dari ganja, tetapi beban ketergantungan akibat ganja di dunia lebih tinggi daripada kokain. Hal ini diduga karena harga ganja yang lebih murah daripada kokain. Penggunaan ganja ini meningkatkan risiko bahaya seperti penggunaan narkoba jenis lain dan ketergantungan penggunaan narkoba, risiko ketergantungan berat, masalah-masalah paru-paru, melemahnya daya ingat, masalah-masalah perkembangan psikososial dan kesehatan mental, dan melemahnya asosiasi kognitif. Jika kokain banyak diproduksi di Amerika Selatan, lebih dari 64 persen ganja di dunia disita di Amerika Utara. Tak hanya masalah ganja, di Amerika Utara juga terdapat pabrik metamfetamin dengan produksi skala besar. Produksi metamfetamin di Meksiko meningkat dari 341 kg (2008) menjadi 44 ton (2012), disusul dengan produksi di US yang meningkat dari 9,5 ton (2008) menjadi 29 ton (2012).



Sehat tanpa narkoba

Sumber : twitter InfoBNN


Narkoba merupakan masalah dunia, termasuk Indonesia yang saat ini sudah darurat narkoba. Dari tahun ke tahun penggunanya semakin meningkat. Tahun ini (2015) diperkirakan jumlahnya akan mencapai 5,8 juta jiwa dengan persentase ketergantungan terbesar pada anak berusia 10-19 tahun. Tentu saja hal ini mengancam ketahanan negara, apa jadinya negara ini jika generasi mudanya banyak yang terjerat narkoba.

Belum tuntas dengan masalah narkoba yang sudah ada, narkoba-narkoba jenis baru banyak bermunculan. Pada periode 2009-2013 saja jumlah zat psikoaktif baru di dunia meningkat lebih dari 2 kali lipat. Pada Desember 2013 saja UNODC melaporkan sudah ada 348 zat-zat psikoaktif baru. Kurangnya mekanisme kontrol dunia terhadap zat-zat psikoaktif baru ini membuat bahan-bahan kimia untuk memproduksinya secara umum mudah diperoleh. Oleh karena itu, tak hanya narkoba yang perlu dikontrol, diperlukan pula kontrol terhadap prekursor-prekursor narkoba termasuk hukum-hukum yang memayunginya. Kontrol terhadap prekursor narkoba terbukti efektif dalam menekan penggunaan narkoba, contohnya di US, perbaikan kontrol terhadap LSD mampu menurunkan ketersediaan LSD. Masalah lainnya berasal dari teknologi yang semakin canggih. Makin canggihnya teknologi membuat perdagangan narkoba juga dilakukan melalui dunia maya.

Sungguh kompleks permasalahan terkait narkoba ini, dalam bidang kesehatan saja masalahnya sudah sebanyak ini belum termasuk bidang yang lain. Oleh karena itu  penanganan penyalahgunaan narkoba membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Dukungan dari pemerintah dan masyarakat serta kerja sama dengan negara lain sangat dibutuhkan. Mari kita budayakan untuk hidup sehat tanpa narkoba! Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?


Artikel ini diikutkan lomba bertema “Hidup Sehat Tanpa Narkoba”.

Sumber:
United Nations Office on Drugs and Crime. 2014. World Drug Report 2014. United Nations.
Http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2013/08/28/727/efek-negatif-pemakaian-narkoba