Lagi-lagi aku bisa tahu lebih awal. Mungkin Allah memang memberikan kelebihan khusus ini untukku. Bukan indera keenam, aku orang biasa. Orang seringkali berpikir aneh-aneh sebelum tahu ilmunya. Aku mempunyai kemampuan analisis yang sangat baik/kuat, setidaknya beberapa hal berhasil kutebak/kuprediksi/kuketahui lebih awal. Seringkali hal ini membuatku galau. Sementara orang lain enjoy dan tenang-tenang saja karena tidak tahu, aku sangat galau dan cemas. Tentang apa yang terjadi, apa yang sebaiknya kulakukan, dan tentang apa saja. Tak jarang juga orang-orang mencap aku dengan sesuatu yang buruk. Oh...pusing rasanya. Aku tidak tahu harus bersyukur atau bagaimana. Aku tidak tahu bagaimana cara memperlakukannya dengan baik dan benar, yang kutahu hanya kegalauan dan sifat antisipatif dari waktu ke waktu. Lalu aku pun melihat sebagian besar orang hanya berpura-pura. Dunia ini memang panggung sandiwara.
Tak hanya itu, jika suatu ilmu sudah sampai kepadaku sebagian dari kewajibanku adalah menyampaikannya. Semua terasa berat karena tak semua orang mempunyai pemahaman yang sama, tak semua orang bisa menerima dan tak semua orang langsung menerima. Apakah itu berarti akan menjadi dosa bagiku? Atau dosaku menjadi berkali-kali lipat dibanding orang lain? Sungguh mengerikan. Ya Allah ampunilah dosa-dosaku.
Dalam pergaulan pun aku berusaha menahan diri dengan sangat agar aku bisa setara dengan yang lain. Di satu sisi terkadang aku menemukan orang menyampaikan sesuatu yang salah dengan antusias/berapi-api dan aku ingin memperbaikinya, di sisi lain aku tak ingin membuatnya tampak bodoh/mempermalukan dia. Informasi yang salah bisa dengan cepat menyebar. Bayangkan ketika seseorang bercerita dengan antusias kepada orang lain dan ternyata isinya salah? Kalau kusampaikan langsung apa yang benar nanti akan mempermalukan dia, sedangkan kalau aku diam saja nanti akan berakibat buruk bagi orang lain. Aku bingung.
Atau seandainya seseorang menyampaikan hal demi hal dengan antusias padamu padahal kamu sudah tahu semuanya. Tiap dia cerita kamu sudah tahu. Itu akan sangat membosankan, tapi terkadang aku berusaha dengan sangat menempatkan diri untuk berada pada posisi tidak tahu. Ini sangat melelahkan. Bayangkan pula hal yang sebaliknya, saat kamu menyatakan bahwa kamu sudah tahu semuanya. Semuanya info basi. Kenapa kamu baru tahu? Dia akan 'patah' dan kesulitan mencari bahan pembicaraan lain, atau malah beralih mencari teman bicara lain (yang lebih asyik dan 'belum tahu').
Seandainya aku detektif mungkin kemampuan untuk tahu lebih awal itu penting/sangat dibutuhkan (analisis/prediksi yang kuat), tapi aku bukan detektif. Terkadang aku bahkan tak harus mencari tahu dan 'semua' itu terbaca dengan jelas di pikiranku. Lalu apakah aku harus memilih untuk tak tahu, atau pura-pura tidak tahu? Aku lelah, betapa dunia ini panggung sandiwara. Hidup di dunia ini sangat berat, penuh cobaan. Bahkan mereka yang mengaku dirinya sabar dan menghina-hina aku bahwa aku tidak sabar, sesungguhnya mereka hanya memiliki kesabaran semu. Apa yang mereka katakan sabar hanyalah mengikuti arus. Mengikuti arus itu memang lebih mudah, tapi bukan kesabaran . Itu hanyalah merupakan suatu jalan pintas (yang sebenarnya salah). Kemudian aku pun dikucilkan, datang tuduhan sok alim, sombong, dan sok-sok lainnya. Kalau sudah begini aku hanya bisa mengadu kepada Allah. Berusaha menghilangkan semua harapan kepada keluarga, sahabat, dan segala selain Allah. Tak akan ada yang mengerti. Aku selalu dicap jelek untuk banyak hal. Dulu, aku berusaha keras agar semua orang mengerti; tapi sekarang aku berusaha keras untuk berhenti berharap agar mereka mengerti. Berharap kepada makhluk itu melelahkan. Pada akhirnya semuanya rapuh, semua ikatan rapuh kecuali ikatan dengan landasan yang benar. Semua bisa hilang dalam sekejap, semua bisa berbalik, dan aku terus-menerus belajar tentang hidup dan arti kehidupan. Sebisa aku, dalam segenap luka dan air mataku, bahkan keringat yang berdarah-darah, aku percaya Allah itu ada. Di saat aku terjatuh dan sangat 'lumpuh' Allah akan menguatkanku. Aku percaya Allah Maha Adil. Tidak akan ada kebaikan/keburukan yang tidak dihitung. Tak ada kebaikan/usaha/proses yang sia-sia. Yaa Allah, kuatkanlah aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar