Prestasi Indonesia dalam hal
narkoba sangat fantastis. Bagaimana tidak Indonesia berhasil menduduki
peringkat tertinggi peredaran narkoba di ASEAN dan Asia serta peringkat tiga di
dunia. Tak cukup sampai di situ Indonesia sekarang juga menjadi salah satu
jalur utama dalam perdagangan obat bius. Di ASEAN nilai peredaran narkoba
mencapai Rp. 110 triliun. Empat puluh tiga persen di antaranya beredar di
Indonesia, sehingga membunuh 4 juta pecandu dan 15.000 orang per tahunnya. Tak
hanya itu, kerugian finansial yang dialami juga cukup besar yaitu mencapai
sekitar Rp. 63,1 triliun. Kerugian-kerugian tersebut berupa kerugian akibat
belanja narkoba, biaya pengobatan, barang-barang yang dicuri, biaya
rehabilitasi dan lain-lain. Belum lagi kerugian berupa menurunnya prestasi
generasi muda, perkelahian antar kelompok, perampokan, pencurian, pencucian
uang, pembunuhan, dan terorisme. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah
terungkap 108.107 kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka 134.117
orang. Dari jumlah tersebut 40 kasus di antaranya adalah kasus pencucian uang dengan
nilai aset yang disita sebesar Rp163,1 miliar.
Masuknya
narkoba ke Indonesia
Kejahatan narkoba adalah kejahatan
lintas negara yang terorganisasi, bahkan disinyalir ada indikasi negara asing
yang ingin melemahkan Indonesia. Ada muatan politis di dalamnya yang bertujuan
untuk menjajah melalui kolonialisme atau imperialisme. Hal ini semacam
peristiwa perang candu antara Inggris dan China pada tahun 1729, yang saat itu
menyebabkan 25 persen pemuda di China mabuk diracuni Inggris lewat propaganda
Candu.
Indonesia kini tak lagi sekedar
menjadi tempat transit narkoba, tetapi juga konsumen dan sekaligus produsennya.
Setidaknya ada lima jaringan pengedar narkoba dari lima negara yang menguasai
pasar narkoba di Indonesia. Kelima negara itu adalah Cina, India, Nigeria,
Iran, dan Malaysia. Heroin dan kokain tidak diproduksi di Indonesia, jadi pasti
berasal dari negara lain. Heroin pasokan terbesar 95 persen dari Afganistan,
sabu berasal dari Iran, India, dan Cina. Sedangkan ekstasi dari Belanda dan
Cina.
Negara produsen narkoba terbesar di
dunia adalah Afghanistan. Namun, narkoba-narkoba yang masuk ke Indonesia
umumnya masuk melalui Malaysia, Timor Timur, Hongkong, Tiongkok, Afrika
Selatan, Qatar, Singapura, Uni Emirat Arab, India, Thailand, Filipina, Iran,
dan Papua Nugini. Narkoba-narkoba tersebut bisa masuk melalui darat, laut, dan
udara. Namun, jalur laut lebih disukai. Delapan puluh persen di antaranya masuk
melalui perairan laut. Jika melalui jalur laut maka biasanya melewati
pelabuhan-pelabuhan tak resmi. Pintu masuk utamanya adalah pelabuhan-pelabuhan
di Jakarta, Batam, Surabaya dan Denpasar. Untuk menurunkan resiko masuknya
narkoba lewat jalur laut, di antara upaya yang harus dilakukan adalah menambah
jumlah radar laut/CCTV berupa satelit mata-mata, memperkuat intelijen dan
memperbanyak jumlah kapal selam. Sedangkan pencegahan melalui jalur udara,
biasanya digunakan x-ray di bandara.
Berbagai
modus di dalam peredaran narkoba
Ada banyak modus di dalam peredaran
narkoba. TKI rawan dimanfaatkan oleh sindikat narkoba dengan menitipkan koper
dan menjanjikan upah besar. Kemudian ada juga modus peredaran narkoba dengan cara
memperistri orang Indonesia. Cara lainnya adalah dengan terus memasok produk
baru guna menghindari hukum negara. Produk yang mengandung zat baru namun tetap
mengandung unsur adiktif ini getol dikembangkan untuk mengganti jenis yang
lama. Biasanya berupa turunan atau modifikasi dari narkoba sebelumnya. Kasus
ini cukup merepotkan, seperti yang pernah terjadi pada seorang artis Indonesia,
dengan jenis narkoba zat baru (belum terkenal di Indonesia) yang bernama
Cathinone. Solusinya adalah harus ada Undang-Undang yang mengatur mengenai
narkoba dari zat baru. Semua narkoba zat baru nanti akan masuk under control
drugs. Kemenkes dan Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah berkoordinasi untuk
membuat aturan penindakan terhadap obat-obat golongan narkotika dan turunannya.
Modus lainnya lagi adalah
perdagangan narkoba via internet. Para pengedar itu bisa menggunakan facebook
untuk melakukan transaksi atau terang-terangan dengan membuka semacam apotek
(apotek palsu) seolah-olah dia menjual obat resmi. Penjualan barang-barang
haram ini kemungkinan besar menggunakan sandi-sandi khusus. Kemudian barangnya
dikirim melalui paket kilat, titipan resmi, melalui pos atau kurir dan
sebagainya. Jadi, internet hanya sebagai sarana untuk pemesanan. Cara
pengiriman semacam ini bisa memperkecil risiko mereka untuk tertangkap. Untuk
mencegah hal ini ada baiknya jika jasa-jasa pengiriman baik pos Indonesia
maupun jasa pengiriman lain diwajibkan dilengkapi dengan alat detektor narkoba.
Jadi, isi barang benar-benar jelas, bukan hanya sesuai dengan pengakuan si
pengirim barang. Dari pihak BNN telah mengintensifkan kerjasama dengan sejumlah
lembaga, seperti Lembaga Sandi Negara, divisi kejahatan internet Polri maupun
Kementrian Komunikasi dan Informasi, lembaga sandi negara (untuk mengetahui
sandi-sandi para pengguna/pengedar/produsen narkoba). Para pengedar narkoba
semakin kreatif membuat modus operandi baru, sehingga dibutuhkan kerja sama
dari bea cukai, imigrasi, kepolisian untuk mencari modus operandi yang terbaru.
Meningkatnya
penyalahguna narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun
Diperkirakan tahun ini (2015)
pengguna narkoba di Indonesia jumlahnya akan mencapai 5,8 juta jiwa dengan
persentase ketergantungan terbesar pada anak berusia 10-19 tahun. Dari tahun ke
tahun jumlah pengguna narkoba memang semakin meningkat. Kondisi ini didukung
oleh fakta bahwa dari tahun 2011 ke 2014 jumlah anak di bawah umur yang jadi
pengedar narkoba meningkat hingga mendekati 300%, makin meluasnya peredaran
narkoba ke berbagai kalangan dan daerah, banyaknya petugas penjara dan aparat
penegak hukum yang terjerat kasus narkoba, dan adanya pengendalian peredaran
narkoba dari dalam penjara. Modus peredaran narkobapun semakin kreatif dari
hari ke hari ada yang melalui jamu kecantikan, obat pelangsing, vitamin, dan
sebagainya.
Narkoba
sebagai masalah serius bagi semua bangsa di dunia
Dari berbagai negara di dunia
ditemukan 388 zat psikoaktif baru narkoba. Selain itu, penyalahgunaan
metilfenidat meningkat sebesar 68% (sebuah stimulan yang umum digunakan untuk
mengobati pasien Attention Deficit Hyperactivity Disorder/ADHD). Ini
menunjukkan bahwa narkoba-narkoba itu adalah masalah serius bagi semua bangsa
di dunia.
Peredaran narkoba yang lintas
negara membutuhkan membutuhkan kerja sama dengan negara lain untuk menumpasnya.
Namun kita tetap harus berhati-hati karena disinyalir ada negara-negara
tertentu yang berpura-pura anti narkoba padahal malah menyuburkan keberadaannya
di negara lain.
Sebagai negara ASEAN yang juga
tidak luput dari narkoba, Indonesia juga berusaha mensukseskan program
Drug-Free ASEAN 2015; yaitu dengan program Indonesia Bebas narkoba 2015. Indonesia
bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya serta UNODC (United Nations Office
on Drugs dan Crime) membahas serta menjalin kerja sama untuk mencegah dan
mengatasi peredaran narkoba lintas negara. Selain karena negara-negara ASEAN
adalah negara yang terdekat dengan Indonesia, kerja sama ini juga didasari oleh
survei UN Office of Drug and Crime yang menunjukkan tren peningkatan penyelundupan
narkoba di ASEAN dalam 10 tahun terakhir. Negara-negara anggota ASEAN menyadari
bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu ancaman keamanan utama bagi
mereka. Namun, selama ini upaya penanggulangan narkoba yang telah ditempuh
lebih pada penekanan supply (pasokan) narkoba / langkah pemberantasan, sedang
di sisi penurunan demand (permintaan) masih sangat kurang. Dalam hal menurunkan
permintaan narkoba, salah satu cara yang ditempuh oleh Indonesia adalah melalui
rehabilitasi pengguna narkoba. Tahun ini adalah tahun dicanangkannya program
rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba di Indonesia.
Gerakan rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba di Indonesia
Sumber
: Http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-tetapkan-gerakan-rehabilitasi-100-ribu-pengguna-narkoba/2622737.html
Pada tahun 2011 presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (presiden pada masa itu) mencanangkan Indonesia bebas narkoba
2015. Ternyata memang benar di tahun 2015 tersebut kondisi Indonesia sudah
begitu parah, sehingga presiden Jokowi menetapkan Indonesia sebagai darurat
narkoba. Dalam rangka menyikapi hal ini langkah yang ditempuh adalah dengan
mencanangkan gerakan rehabilitasi 100.000
penyalahguna narkoba di Indonesia. Meski demikian, bukan hanya Indonesia yang
sedang mengalami darurat narkoba, negara-negara lain di dunia juga.
Mulai tahun 2015, para pelaku
penyalahgunaan narkoba dan pecandu narkoba di Indonesia akan dikenakan sanksi
hukum berupa rehabilitasi, dengan syarat mereka melaporkan diri (jika tidak lapor
akan dipidana); sedangkan bagi pengedar dan mafianya tetap dihukum penjara. Hal
ini sesuai dengan pasal-pasal yang tertuang dalam Undang-Undang sebagai
berikut:
Perbuatan menggunakan, menguasai dan memiliki
Narkotika adalah perbuatan melanggar pidana namun tidak dituntut pidana apabila
melakukan kewajibannya.
Kewajiban yang dimaksud adalah yang tercantum pada
UU No 35 tahun 2009 pasal 55 ayat 1 dan 2.
UU No 35 Tahun 2009 Pasal 55 ayat 1
Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang
belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, Rumah
Sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk
oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
UU No 35 Tahun 2009 Pasal 55 ayat 2
Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib
melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit dan atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Wajib Lapor Pecandu Narkotika dilakukan di Institusi
Penerima Wajib Lapor; Pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit dan atau lembaga
rehabilitasi medis sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan Nomor 1305/MENKES/SK/VI/2011 tentang Institusi Penerima Wajib
Lapor. Di samping itu, lembaga rehabilitasi sosial sebagai Institusi Penerima
Wajib Lapor ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang sosial.
Sumber:
Http://yayasansembilan.com/IPWL/
Sumber:
Http://www.slideshare.net/masyrifahoo/jazmedia-sistem-ipwl-napza-3
Dari 5,8 juta jiwa penduduk
Indonesia pecandu narkoba akan direhabilitasi secara bertahap, tiap tahapnya
sebanyak 100.000 jiwa/tahun. Kemensos bertugas merehabilitasi 10.000 pengguna,
sisanya dilakukan oleh lembaga lain. Dari 10 ribu korban penyalahgunaan
narkoba, penanganannya ada yang berbasis panti narkoba dan ada juga Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM). Meski hanya 10.000 pengguna biaya yang dibutuhkan
oleh Kemensos diperkirakan mencapai 168 miliar. Bayangkan berapa biaya total
yang dibutuhkan untuk merehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba!
Rehabilitasi awal penyalahguna
narkoba berupa rehabilitasi medis yang berada di bawah wewenang Kemenkes, baru
kemudian dilanjutkan dengan rehabilitasi sosial di bawah wewenang Kemensos. Di
dalam rehabilitasi sosial ada empat pilar yang dijunjung untuk menanggulangi
masalah narkoba, yaitu pencegahan, rehabilitasi bagi pengguna narkoba, tindak
lanjut dari rehabilitasi, dan kelembagaan. Rehabilitasi sosial ini dilakukan
oleh para konselor adiksi dan pekerja sosial yang tersertifikasi. Selama berada
di RS rehabilitasi, pasien akan diberi keterampilan sebagai bekal bagi mereka
setelah sembuh nanti, sehingga tidak kambuh lagi.
Penuntasan penyalahguna narkoba
melalui program rehabilitasi ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Jika
jumlah pengguna tidak bertambah, diperkirakan waktu yang dibutuhkan bisa
mencapai beratus-ratus tahun. Oleh karena itu, sinergi dari berbagai pihak
sangat dibutuhkan. Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama 21 instansi terkait
lainnya menyusun Peraturan Presiden (Perpres) tentang Optimalisasi Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkotika. Ke-21 instansi terkait yaitu Kemenko Polhukam,
Kemenkum dan HAM, Mahkamah Agung, Kemkominfo, Kemenko Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, Kemenkes, Kemendikbud, Kemensos, Setneg, Kemenkeu, Kemenristek,
Bappenas, Setkab, TNI, Polri, Kemendagri, Badan Keamanan Laut, Kemenpan dan RB,
Kejagung, Kemenpora, dan Kemenag.
Saat ini pemerintah telah
menyiapkan sejumlah akses pelayanan untuk mendukung program rehabilitasi yang meliputi
589 Rumah Sakit Umum Daerah, 31 RS Bhayangkara, 80 puskesmas, 33 rumah sakit
jiwa, 7 panti rehabilitasi, 24 sekolah polisi negara, 16 rindam, dan 24 lapas
melalui metode rawat jalan serta rawat inap.
Bahkan di tahun 2016 Jatim akan membangun RS Rehabilitasi narkoba
terbesar se-Indonesia di Madiun, dengan daya tampung minimal 600 pasien. Selain
membangun pusat-pusat rehabilitasi narkoba yang baru, pemerintah juga mengembangkan
rehabilitasi narkoba berbasis pesantren dan menggerakkan masyarakat untuk
membangun rehabilitasi di lingkungan masing-masing..
Institusi
Penerima Wajib Lapor (IPWL)
IPWL adalah pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial yang ditunjuk oleh pemerintah. IPWL tersebar di 34 provinsi di seluruh
Indonesia, di antaranya yaitu berada di klinik, puskesmas, RSUD, RSJ, panti
rehabilitasi, dan pesantren. Bagi IPWL yang sudah terakrediasi oleh Kemensos bisa
mengeluarkan kartu wajib lapor, sedangkan yang belum terakreditasi tidak bisa.
Pemegang kartu IPWL ini tidak boleh ditangkap polisi, tetapi akan direhabilitasi.
Akan lebih baik jika para penyalahguna narkoba melapor sendiri kepada IPWL agar
segera diketahui tingkat penggunaan narkoba pada dirinya. Selanjutnya mereka
akan dirujuk ke tempat rehabilitasi agar dapat disembuhkan. Layanan
rehabilitasi ini mulai dibuka paling cepat April 2015 dan gratis. Selain
menyiapkan fasilitas rehabilitasi, BNN juga membentuk tim-tim penjangkau yang
secara aktif mengajak dan merekrut penyalahguna narkorba untuk sembuh dari
kecanduan melalui rehabilitasi.
Sumber
: Http://korantoday.com/2014/06/14/bnn-fasilitasi-wajib-lapor-bagi-para-penyalah-guna-narkoba/
Kendala
rehabilitasi
Rehabilitasi yang sudah berjalan ini
masih menyimpan kendala. Panti rehabilitasi yang ada saat ini hanya mencukupi 8%
dari kebutuhan nasional. Kendala lain dari rehabilitasi narkoba misalnya
sedikitnya pecandu yang datang ke rumah sakit baik untuk rehabilitasi maupun
wajib lapor, kurangnya sarana dan prasarana rehabilitasi medis maupun
rehabilitasi sosial untuk pengguna narkoba, belum adanya lokasi untuk membangun
tempat rehabilitasi, kurangnya SDM yang berkualitas, adanya pasien yang
melarikan diri selama masa rehabilitasi, adanya pemahaman dari penegak hukum
bahwa yang dapat dialihkan ke rehabilitasi di RS hanya mereka yang memiliki
riwayat pernah direhabilitasi (ada kartu bukti rehabilitasi), masih banyaknya
peredaran gelap narkoba, serta adanya stigma negatif dari keluarga dan
masyarakat terhadap para penyalahguna narkoba. Pasca rehabilitasi pecandu
narkoba sebaiknya didampingi agar mampu menolak ajakan lingkungannya, lebih
diterima oleh keluarga dan lingkungannya, lebih sehat, dan mampu mandiri secara
finansial. Mantan pecandu ini masih rentan, jika terkena stigma negatif dari
keluarga misalnya maka mereka akan kambuh lagi. Stigma negatif itu misalnya
berupa perkataan-perkataan semacam, “Kalau ada barang yang hilang di rumah,
pasti dia nih.” Selain itu, stigma negatif dari masyarakat yang menjadikan
mereka warga kelas dua juga bisa memicu kekambuhan pada narkoba. Kurangnya
sosialisasi terkait pusat rehabilitasi yang ada di suatu wilayah juga bisa
menjadi kendala bagi rehabilitasi narkoba. Dari hasil penelitian Puslitkes UI
dan BNN menyebutkan 60 persen responden tidak tahu lokasi tempat rehabilitasi
di kotanya, sehingga jumlah responden yang pernah ikut rehabilitasi hanya
sekitar 6 persen. Terakhir, jangan lupakan pula faktor biaya yang sangat besar
di dalam program rehabilitasi narkoba ini.
Mengupayakan
efek jera bagi pengguna, pengedar, dan produsen narkoba
Lapas
narkoba
Sumber:
Http://pokokberita.blogspot.com/2012/11/akal-bulus-pengendali-narkoba-dari.html
Pemerintah menyiapkan Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) khusus untuk merehabilitasi terpidana pengguna narkoba. Tiga atau empat
di antaranya dijaga secara berlapis karena diperuntukkan bagi orang yang
berkali-kali mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara. Selain itu
juga untuk mencegah pengguna naik kelas menjadi bandar narkoba. Kemungkinan
lapas yang dimaksud adalah lapas Pasirtanjung, Gunungsindur, Pasirranji, dan
Pasirputih. Nantinya lapas-lapas itu akan dibuatkan jalur khusus akses menuju
lapas, sistem Frequensi Jammer (untuk mengacaukan sinyal telekomunikasi), pintu
masuknya memakai sistem sidik jari (finger print), sistem IT yang canggih di
ruang pengunjung, CCTV, petugas lapas yang berintegritas tinggi, dan dilengkapi
dengan anjing pelacak untuk mengendus narkoba. Di sana sinyal internet dan
seluler tidak akan bisa masuk. Selain itu, para terpidana narkoba juga akan
dikelompokkan menjadi pengedar, bandar, atau lainnya, serta diisolasi dari
dunia luar.
Tak cukup sampai di situ, pengedar
dan produsen narkoba harus mulai keder dengan adanya pasal hukuman mati bagi
mereka. Narkoba mempunyai efek yang sangat merusak dan berhubungan erat dengan
kejahatan besar, sehingga para pengedar dan produsen narkoba layak dihukum
berat, termasuk hukuman mati. Hukuman mati ini sudah beberapa kali ditegakkan
di Indonesia. Meskipun beberapa negara (termasuk PBB) mengecam hal ini tetapi
urusan hukum di sini merupakan kedaulatan hukum Indonesia, sehingga negara lain
harus menghormatinya. Lagipula hukuman mati itu dibenarkan dalam pasal 6
'International Covenant on Civil and Political Rights' (ICCPR).
Mencegah
lebih baik daripada mengobati
Terlepas dari segala upaya di
penanggulangan narkoba di atas, mencegah
lebih baik daripada mengobati. Pencegahan lebih mudah dan murah, tidak
terlalu membutuhkan biaya dan tenaga. Pencegahan dini dimulai dari lingkungan
keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Selanjutnya
pencegahan juga dilakukan di lingkungan sekolah, masyarakat, tempat kerja,
tempat kuliah, dan sebagainya.
Tindakan pencegahan ini bisa berupa hal-hal seperti
:
- Memperkuat iman.
- Memilih lingkungan pergaulan yang sehat.
- Komunikasi yang baik.
- Pendidikan mengenai bahaya drugs terhadap murid.
- Sosialisasi bahaya narkoba di berbagai tempat kerja, keluarga, masyarakat, organisasi, dan sebagainya.
- Membentuk berbagai kader anti narkoba di kalangan pelajar, pekerja hingga masyarakat umum.
- Mengintensifkan program pemberdayaan alternatif di Provinsi Aceh untuk mengubah pola menanam ganja ke tanaman produktif.
- Melakukan tes narkoba, baik berupa tes urine, darah, keringat, saliva, nafas, rambut, maupun sidik jari. Tes rambut sangat direkomendasikan agar dilakukan secara rutin di setiap lembaga pemerintahan, karyawan perusahaan maupun sekolah.
Tes
urine narkoba
Sumber:
Http://www.tempo.co/read/news/2013/01/28/078457376/Waspada-Caleg-Narkoba-Gerindra-Gelar-Tes-Urine
- Meningkatkan intensitas dan ekstensitas pemberantasan pencegahan penyalahgunaan dan perdagangan gelap narkoba saat ini juga.
- Meningkatkan kerja sama regional dan internasional yang lebih efektif.
- Meningkatkan keaktifan dari para pendidik, orang tua, pemuka agama, dan semua pihak dalam membimbing dan menyadarkan masyarakat terutama generasi muda agar tidak tersesat jalan.
- Meningkatkan keaktifan dari aparat penegak hukum dan kepolisian dalam membongkar, mengadili, serta memberi sanksi bagi para pelaku kejahatan narkoba.
- Memiliki kepedulian yang tinggi di RT/RW, kelurahan, desa. Jangan sampai ada sebuah rumah yang dijadikan pabrik narkoba sedang tetangganya tidak tahu.
- Mengadakan lomba instansi/sekolah/kampus/desa/kota terbersih dari narkoba
- Membentuk satgas anti narkoba
- Mengadakan riset/lomba karya ilmiah tentang deteksi cepat narkoba/radar narkoba atau hal-hal lain sesuai jurusannya. Misalnya: jurusan teknik membuat radar narkoba, jurusan farmasi mencari tes cepat untuk narkoba dan turunan baru narkoba, jurusan hukum mencari aspek hukum baru yang bisa membuat jera para pelaku penyalahgunaan narkoba dan berusaha menutup celah hukum yang biasanya dimanfaatkan oleh para pelaku narkoba agar lolos, dan lain-lain.
- Pengadilan yang tak pandang bulu serta aparat yang bersih dan tegas.
- Melakukan inspeksi narkoba secara mendadak (dilakukan oleh BNN atau aparat penegak hukum)
- Menggandeng para akademisi dan profesional kesehatan untuk melakukan sosialisasi, pelatihan, dan penyuluhan secara intensif dan berkesinambungan akan bahaya narkoba.
- Menambah tempat rehabilitasi narkoba.
- Membangun konseling center sebagai tempat bertanya tentang narkoba dan rehabilitasinya, serta menyediakan nomer telepon untuk layanan pengaduan dan pertanyaan seputar narkoba.
- Menggandeng pelajar/mahasiswa/ahli desain/seniman/pihak perfilman, atau ahli multimedia untuk membuat film narkoba dari kisah nyata, komik narkoba yang menarik dan lucu, poster narkoba dan banner yang menarik di jejaring sosial/internet.
- Lebih memperhatikan anak putus sekolah dan pengangguran, karena mereka cenderung menjadi pengedar narkoba.
- Menguji kebenaran dari resep/pengobatan pasien narkoba di masyarakat. Misalnya tentang khasiat singkong atau rebusan akar, kulit, daun, dan bunga sirsak yang dikatakan bisa membantu mengurangi ketergantungan narkoba. Kemudian setelah teruji secara medis obat tersebut dibuat dalam yang lebih praktis, misalnya pil atau jamu kemasan. Atau menguji keamanan dari jamu-jamu yang digunakan untuk mengobati para pemakai narkoba yang beredar. Jika ada suatu resep yang benar setelah diuji medis, bahannya mudah didapat dan murah, serta bisa dibuat dengan mudah hendaknya disosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat bisa mendukung upaya pencegahan kerusakan yang lebih besar dari para pemakai narkoba.
Hormon
kebahagiaan sebagai “narkoba” alami tubuh
Di samping mencegah dan mengobati
para penyalahguna narkoba, ada baiknya manusia menyadari bahwa di dalam tubuhnya terdapat “narkoba” alami
yang fungsinya lebih banyak dan efeknya lebih kuat dari narkoba (drugs) tetapi
tidak menimbulkan kecanduan, ketergantungan, maupun efek samping lain. “Narkoba”
alami tersebut adalah hormon kebahagiaan. Tubuh manusia mengandung sekitar 20
jenis hormon kebahagiaan. Hormon ini dilepaskan secara alami oleh otak kita.
Artinya, Tuhan merancang kita untuk berbahagia dan tidak membutuhkan narkoba
(drugs).
Selanjutnya, kita sebut saja hormon
kebahagiaan dengan “morfin otak” karena struktur kimiawi dan efek membiusnya
mirip dengan morfin. “Morfin otak” berbeda dengan morfin (drugs). Serupa tapi
tak sama. “Morfin otak” ini memiliki manfaat yang tak terkira jumlahnya, di
antaranya dapat meningkatkan suasana hati, memperkuat penyembuhan diri sendiri,
meningkatkan daya tahan tubuh dan daya ingat, menurunkan agresivitas dalam
relasi antar manusia, meningkatkan semangat dan kreativitas, membuat awet muda,
mencegah kematian akibat kanker, dan sebagai analgesik (penghilang rasa sakit).
Dari ke semua hormon kebahagiaan itu beta endorfin memiliki efek terkuat.
Bahkan, hormon ini bekerja 5-6 kali lebih kuat dibanding obat bius.
“Morfin otak” dibentuk dari
berbagai asam amino, terutama tirosin. Tirosin bisa didapat dari ayam, telur,
daging merah tanpa lemak, tuna, kerang, kalkun, ikan cod, ikan halibut,
alpukat, pisang, dan gandum. Asam amino ini juga terkandung di dalam
produk-produk susu.
Untuk mendukung sekresi “morfin
otak”, kita butuh untuk mengkonsumsi protein yang berkualitas tinggi,
menghindari penyumbatan pembuluh darah, menetralkan oksigen aktif, memiliki
pikiran positif, dan melakukan olahraga santai (misalnya jalan santai). Jika pelepasan
“morfin otak” memadai, maka stres tidak akan menimbulkan dampak negatif. Pelepasan
“morfin otak” ini menyebabkan terjadinya aktivitas alfa di otak, yaitu kondisi
damai, tenang, dan relaks. Tak hanya itu, jika beta endorfin dilepaskan bersama
dengan aktivitas alfa maka bakat terpendam dalam diri kita akan mulai berkobar.
Masalah narkoba merupakan masalah
kita bersama, oleh karena itu jika ingin mensukseskan gerakan Indonesia bebas
narkoba maka kita semua perlu bekerja sama. Seluruh anggota masyarakat
diharapkan ikut berperan serta secara aktif demi suksesnya program ini. Memang,
mencegah lebih baik daripada mengobati,
tetapi jika sudah terlanjur terkena maka secepatnya perlu direhabilitasi.
Sukseskan gerakan Rehabilitasi 100.000
Penyalahguna Narkoba di Indonesia demi terwujudnya Indonesia bebas narkoba
2015.
Referensi:
Http://nasional.harianterbit.com/nasional/2015/01/19/16766/25/25/Berantas-Narkoba-Indonesia-Gandeng-Dunia-Internasional
Http://totabuan.co/2015/04/jumlah-anak-di-bawah-umur-jadi-pengedar-narkoba-meningkat/
Nuraini,
Dini N. Ada “Narkoba” dalam Tubuhmu.
Potret Edisi 77 Tahun XII/2015.