Penyalahgunaan narkoba sangat
berbahaya bagi kesehatan. Mengapa dikatakan penyalahgunaan? Karena pada awalnya
beberapa narkoba tersebut digunakan untuk tujuan medis atau tujuan lain yang tidak buruk. Narkoba
golongan opioid misalnya (fentanil, hidromorfon, methadone, morfin, oksikodon,
dan penthidine) sebenarnya awalnya digunakan untuk menekan rasa sakit pada
penderita kanker stadium akhir, AIDS, dan prosedur-prosedur operasi. Contoh lainnya
berupa efedrin dan atau pseudoefedrin sebagai prekursor (bahan dasar) pembuatan
metamfetamin atau methcatinone (stimulan tipe amfetamin lainnya). Penggunaan legal
dari efedrin adalah sebagai obat batuk (bronkodilator) sedangkan pseudoefedrin
sebagai dekongestan hidung. Efedrin juga biasa digunakan sebagai anestesi
spinal, suplemen-suplemen makanan, atau pil untuk menurunkan berat badan dan
mengurangi lemak tubuh. Kombinasi dari efedrin dan pseudoefedrin (efedra) digunakan
untuk merawat asma, bronkitis, dan sebagai stimulan.
Secara umum pengaruh narkoba ada 4,
yaitu bersifat stimulan, depresan, adiktif, dan
halusinogen. Narkoba sendiri ada bermacam-macam, di antaranya ganja,
morfin, heroin, kokain, sabu-sabu, dan ecstasy (MDMA). Masing-masing zat
tersebut memiliki efek sendiri-sendiri bagi penggunanya. Penggunaan sabu-sabu
misalnya, dapat menyebabkan jantung berdebar-debar, suhu badan meningkat, tidak
bisa tidur hingga wajah terlihat pucat, tidak nafsu makan, gigi rapuh karena
kurang kalsium, depresi berkepanjangan, serta timbul euforia yang tinggi hingga
halusinasi. Jenis narkoba yang lain juga tidak kalah bahayanya. Terkadang
seorang pengguna berganti-ganti dari jenis narkoba satu ke jenis lainnya
(substitusi) atau menggunakan beberapa narkoba secara bersamaan (polydrug use).
Polydrug use bisa disebabkan karena tujuan hiburan atau pemakaian teratur.
Ada 3 pola yang berbeda dari
polydrug use, yaitu:
1.
Untuk mendapatkan efek kumulatif /
komplementer, misalnya ganja/kokain + alkohol.
2.
Untuk menutup efek merugikan dari
narkoba jenis lain, walaupun pada kasus belakangan kombinasi pola ke dua ini
juga mengandung efek komplementer, misalnya kokain dan heroin.
3.
Untuk memindahkan / mengganti narkoba
yang satu ke narkoba yang lain sehubungan dengan harga (mencari yang lebih
murah), kemudahan akses, ketersediaan, atau tren fashion, misalnya heroin
diganti dengan oksikodon, ekstasi diganti dengan mefedron, dan sebagainya.
Dengan polydrug use tentu saja konsekuensi yang
diterima juga bertambah, yaitu berupa meningkatnya toksisitas, overdosis, dan
kematian. Penyebab utama kematian akibat narkoba adalah overdosis, sedangkan
jenis narkobanya adalah heroin dan opioid-opioid yang tidak diresepkan secara
medis. Sementara overdosis yang fatal bisa menyebabkan kematian, overdosis yang
tidak fatal selain dapat menyebabkan kematian juga dapat mengakibatkan abnormalitas,
termasuk cerebral hypoxia, radang paru-paru (pulmonary oedema), pneumonia, dan
cardiac arrhythmia. Hal-hal tersebut bisa menyebabkan perawatan lama di rumah
sakit, kerusakan otak, dan kecacatan (disabilitas).
Kematian terkait narkoba mencakup
overdosis drug yang fatal, kematian karena HIV akibat penggunaan narkoba
suntik, bunuh diri, serta kematian yang tak disengaja dan trauma. Tingkat
kematian akibat narkoba per 100 ribu umur terstandar di Afghanistan menduduki
peringkat pertama dari 192 negara (http://www.worldlifeexpectancy.com/cause-of-death/drug-use/by-country/,
data bersumber dari WHO 2011). Tingginya kematian akibat narkoba di Afghanistan
mungkin berkaitan dengan prestasinya sebagai negara pembudidaya tanaman poppy
(bahan opium) terbesar di dunia. Produksi tanaman ini meningkat dari 154 ribu
hektar (2012) menjadi 209 ribu hektar (2013). Diperkirakan produksi potensial
opium di sana pada 2013 sebesar 5500 ton, yaitu 80 persen dari produksi opium
dunia. Di Afghanistan, penggunaan opioid dalam bentuk opium dan heroin
didominasi oleh para pria, sedangkan para wanita lebih suka menggunakan kodein.
Meskipun tingkat kematian tertinggi terkait narkoba diraih oleh Afghanistan
sebenarnya definisi dari kematian terkait narkoba itu sendiri berbeda-beda
antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Bahaya narkoba yang lain berasal
dari penggunaan jarum suntik. Penggunaan narkoba suntik yang tidak aman juga
bisa menimbulkan berbagai dampak serius bagi kesehatan, biasanya disebabkan
karena bergantian memakai jarum suntik. Penyakit-penyakit yang dimaksud
misalnya AIDS (HIV), hepatitis B, dan hepatitis C. Hepatitis B dan C sendiri
bisa menyebabkan sirosis hati, kanker hati, dan kematian.
Efek-efek narkoba di atas disebut
Disability-Adjusted Life Year (DALY), yang terdiri dari Years of potential Life
Lost due to premature death (YLL) dan the Years of Life lived with Disability
(YLD).
Kokain lebih berbahaya daripada
ganja. Kokain banyak digunakan di Amerika, Eropa, dan Oseania. Hampir seluruh
kokain di dunia diproduksi di 3 negara di Amerika Selatan. Di Amerika Selatan,
konsumsi dan perdagangan kokain menjadi semakin menonjol, terutama di Brazil
karena lokasi geografisnya dan populasi kota yang besar.
Meskipun kokain lebih berbahaya
dari ganja, tetapi beban ketergantungan akibat ganja di dunia lebih tinggi
daripada kokain. Hal ini diduga karena harga ganja yang lebih murah daripada
kokain. Penggunaan ganja ini meningkatkan risiko bahaya seperti penggunaan
narkoba jenis lain dan ketergantungan penggunaan narkoba, risiko ketergantungan
berat, masalah-masalah paru-paru, melemahnya daya ingat, masalah-masalah
perkembangan psikososial dan kesehatan mental, dan melemahnya asosiasi
kognitif. Jika kokain banyak diproduksi di Amerika Selatan, lebih dari 64
persen ganja di dunia disita di Amerika Utara. Tak hanya masalah ganja, di
Amerika Utara juga terdapat pabrik metamfetamin dengan produksi skala besar. Produksi
metamfetamin di Meksiko meningkat dari 341 kg (2008) menjadi 44 ton (2012),
disusul dengan produksi di US yang meningkat dari 9,5 ton (2008) menjadi 29 ton
(2012).
Sehat tanpa narkoba
Sumber : twitter InfoBNN
Narkoba merupakan masalah dunia,
termasuk Indonesia yang saat ini sudah darurat narkoba. Dari tahun ke tahun
penggunanya semakin meningkat. Tahun ini (2015) diperkirakan jumlahnya akan
mencapai 5,8 juta jiwa dengan persentase ketergantungan terbesar pada anak
berusia 10-19 tahun. Tentu saja hal ini mengancam ketahanan negara, apa jadinya
negara ini jika generasi mudanya banyak yang terjerat narkoba.
Belum tuntas dengan masalah narkoba
yang sudah ada, narkoba-narkoba jenis baru banyak bermunculan. Pada periode
2009-2013 saja jumlah zat psikoaktif baru di dunia meningkat lebih dari 2 kali
lipat. Pada Desember 2013 saja UNODC melaporkan sudah ada 348 zat-zat
psikoaktif baru. Kurangnya mekanisme kontrol dunia terhadap zat-zat psikoaktif
baru ini membuat bahan-bahan kimia untuk memproduksinya secara umum mudah
diperoleh. Oleh karena itu, tak hanya narkoba yang perlu dikontrol, diperlukan
pula kontrol terhadap prekursor-prekursor narkoba termasuk hukum-hukum yang
memayunginya. Kontrol terhadap prekursor narkoba terbukti efektif dalam menekan
penggunaan narkoba, contohnya di US, perbaikan kontrol terhadap LSD mampu
menurunkan ketersediaan LSD. Masalah lainnya berasal dari teknologi yang
semakin canggih. Makin canggihnya teknologi membuat perdagangan narkoba juga
dilakukan melalui dunia maya.
Sungguh kompleks permasalahan
terkait narkoba ini, dalam bidang kesehatan saja masalahnya sudah sebanyak ini
belum termasuk bidang yang lain. Oleh karena itu penanganan penyalahgunaan narkoba membutuhkan
kerja sama dari berbagai pihak. Dukungan dari pemerintah dan masyarakat serta
kerja sama dengan negara lain sangat dibutuhkan. Mari kita budayakan untuk
hidup sehat tanpa narkoba! Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?
Artikel
ini diikutkan lomba bertema “Hidup Sehat Tanpa Narkoba”.
Sumber:
United Nations Office on Drugs and Crime. 2014. World Drug Report 2014. United Nations.
Http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2013/08/28/727/efek-negatif-pemakaian-narkoba