Don't judge book from the cover atau jangan lihat buku dari
covernya itu tidak selalu berlaku. Serupa dengan itu hal ini juga berlaku untuk
segala produk Indonesia. Bukan cover sih, tapi label / mereknya. Merek ini suka
menjadi prioritas. Made in Singapura, made in Perancis, dan lain-lain.
Gaya hidup menjadi penyebab utama fenomena
ini. Lingkungan yang glamour atau mudah terpengaruh membuat orang-orang
Indonesia berburu produk-produk luar negeri. Bahkan walau dilabel dengan KW 2 dan
seterusnya asal bertuliskan "made in (luar negeri)" gengsi meningkat.
Apalagi kalau produk itu dipopulerkan artis serta TV atau media lain hingga
menjadi tren / booming, yang tidak mengikuti / memakainya dipandang ketinggalan
zaman, kuper, dan sebagainya. Ujung-ujungnya mereka bisa tersisih dari
pergaulannya.
Hal yang mungkin belum disadari (atau
memang pura-pura acuh) adalah ternyata banyak sekali produk luar negeri yang
ternyata buatan Indonesia. Maksudnya produk itu dibuat oleh orang Indonesia
lalu diproses lagi di luar negeri dan diberi label luar negeri sehingga
seakan-akan produk mereka. Bahkan ada juga yang cuma dilabel saja di sana/diberi
merek luar negeri, kemudian masuk lagi ke Indonesia menjadi seakan-akan made in
"luar negeri". Kalau sudah begini harganya meningkat. Sayang sekali,
bukan?
Dipandang dari sisi produsen, mereka juga
banyak yang membuat "tiruan" dari produk-produk luar negeri. Entah
karena mengikuti selera konsumen Indonesia atau memang kurang kreatif saja. Ini
menjadi PR untuk kita semua. Di sisi lain, sebenarnya kurang tepat kalau
dikatakan kurang kreatif karena nyatanya banyak juga produsen yang lebih suka
menjual ke luar negeri karena lebih menguntungkan.
Dari kesemuanya ini bukankah sebenarnya
produk Indonesia itu diterima oleh masyarakat Indonesia (walaupun diberi
label/merek luar negeri dulu misalnya)? Dan bukankah produk Indonesia diterima
oleh pasar luar negeri (artinya kualitasnya bagus/bisa bersaing dengan produk mereka)?
Jadi sebenarnya produk Indonesia bisa menjadi primadona di negerinya sendiri.